Tuhan,
Hari ini Jakartaku terendam
banjir di banyak tempat. Barat, Timur, Selatan, Utara, bahkan Pusat juga.
Hampir semua wilayah Jakarta terendam air. Entah itu hanya 10 cm kah, 20, 30
bahkan ada yang sudah mencapai 1 meter lebih. Yang paling heboh tentang berita
kalau di halaman Istana Negara, yang terletak di Jakarta Pusat ini pun
tergenang air. Iya, sebagian besar Jakartaku diselimuti air berwarna cokelat.
Ada juga di beberapa titik berwarna kehitaman. Tidak hanya jalan raya yang
tergenang air, rumah-rumah penduduk pun mulai ikut dijambangi si air.
Banyak orang yang terjebak macet
karena banjir menggenangi hampir seluruh jalanan di Jakarta. Akses ke mana-mana
pun susah. Kendaraan bermotor, pejalan kaki, bahkan jalur perkeretaapian pun
ikut kena dampak dari hujan tak berkesudahan ini. Yang di jalan terjebak tidak
bisa ke mana-mana, yang di kantor pun terancam tidak bisa pulang karena aksesnya tertutup air yang menggenang
tinggi.
Ah, aku jadi teringat dua tahun
yang lalu. Kejadian hampir sama dengan hari ini. Hujan tak kunjung reda, sungai
meluap membanjiri Jakarta. Tapi, tahun 2013 itu banjir parah di Jakarta Pusat
karena tanggul Latuharhari Jebol. Terjebak di tempat kerja, gak bisa pulang
karena aksesnya tertutup banjir. Entah di hari yang sama atau beda aku terjebak
di Manggarai karena hujan dan banjir menutup rel kereta di stasiun Tebet.
Banyak yang bilang ini karena air
hujan yang tak kunjung reda menjatuhi Jakarta sejak semalam. Dan memang, sejak
semalam hingga aku menulis surat ini pun Jakarta masih diguyur hujan. Kadang
deras, kadang gerimis. Tapi tak pernah berhenti. Seakan langit sedang bersedih
layaknya orang patah hati.
Banyak juga yang menyalahkan
pemerintah yang tidak becus mengurusi tata kota, karena setiap tahun Jakarta
selalu banjir.
Tapi apakah selalu hujan yang
disalahkan?
Apakah pemerintah juga yang harus
disalahkan?
Kenapa bukan manusianya yang
disalahkan? Diri sendiri.
Yang aku tahu, masih banyak
manusia yang hobi buang sampah sembarangan di jalan. Banyak manusia yang
mendirikan bangunan di bantaran kali. Banyak manusia yang memangkas pepohonan
rimbun yang seharusnya jadi tempat resapan air hujan dan mengubahnya menjadi hutan
beton. Banyak pengembang (yang juga terdiri dari manusia-manusia) yang
melupakan sistem drainase yang baik. Sehingga membangun perumahan, jalan raya,
gedung bertingkat, tapi lupa memperbaiki sistem drainasenya. Semua hal ini yang
menyebabkan banjir, bukan?
Tuhan,
Mungkin aku pernah menjadi salah
satu manusia-manusia itu. Iya, aku pernah buang sampah sembarangan, aku juga
pernah memaki pemerintah. Tapi aku sadar, aku juga salah. Aku tidak merawat
Jakartaku dengan baik.
Tuhan,
Akankah Jakartaku bisa senyaman
dulu lagi?
Jakarta yang bersih, yang bebas
banjir. Jakarta yang belum dipenuhi kendaraan bermotor seperti sekarang. Aku rindu Jakartaku yang dulu.
Tertanda,
Rula - Penghuni Jakarta
Poor, Jakarta.. :(
BalasHapus