Sabtu, 14 Februari 2015

Ini Jawaban Atas Pertanyaanmu

Dear, My Future Husband

“Apa kamu yakin mau nikah sama aku?”

Sepertinya kamu sudah bosan, ya, setiap hari mendengar pertanyaan yang sama keluar dari mulutku. Setiap kita bertemu, selalu itu yang aku tanyakan padamu. Seakan-akan aku tak pernah puas dengan jawabanmu sebelumnya. Padahal aku tahu, jawabanmu memang tidak pernah berubah. Kau selalu menjawab dengan senyuman dan anggukan “Yakin”. Meskipun terkadang kamu mengembalikan pertanyaan ini kepadaku. Dan aku hanya diam seribu bahasa.

Maaf ya, kalau aku selalu mengulang pertanyaan yang sama. Karena sebenarnya pertanyaan ini tidak hanya aku tujukan padamu, tapi juga aku tujukan kepada diriku sendiri.
“Apakah aku yakin mau nikah sama kamu? Jadi istri kamu?”
“Apakah aku bisa jadi istri yang baik untukmu nanti?”
“Apakah aku bisa membahagiakan kamu?”
Dan “Apakah-apakah” lainnya masih berlari-larian mengelilingi kepalaku. Memenuhi rongga kosong dalam tempurung berbalut pasmina ini.

Iya, aku takut. Aku khawatir. Aku cemas…
Aku takut gak bisa jadi istri yang baik untuk kamu.
Aku takut gak bisa bahagiain kamu.
Aku takut kamu akan menyesal karena memilih aku menjadi pendamping hidupmu, kemudian meninggalkan aku.
Iya, aku membayangkan itu semua. Hal yang membuatku takut untuk maju.

Kamu, yang dengan jelinya memperhatikan kekhawatiranku yang berlebihan ini.
Kamu, yang bingung dengan sikapku yang semakin aneh ini.
Kamu, yang akhirnya mempertanyakan semua ketakutanku.
Kamu bilang padaku “Kamu adalah kebahagiaan aku. Jadi, aku udah cukup bahagia kalo kamu mau jadi pendamping hidupku”

Aku bungkam. Lidahku kelu. Tubuhku mengeluarkan sensasi yang tak kuduga saat mendengar kalimat manis itu. Gombal memang, tapi aku tahu kamu tulus mengucapkan itu.

Masih dengan tidak percaya dirinya, akupun mempertanyakan hal-yang-biasanya-dianggap-penting, “Kalau ternyata aku gak bisa punya anak, ga bisa hamil, gimana? Kamu akan ninggalin aku? Kamu akan nikah lagi?”

Dan (lagi-lagi) dengan senyuman, sambil menggenggam tanganku, dan matamu tak lepas menatapku, dalam, kamu berucap “Aku gak masalah meskipun ternyata gak punya anak. Selama aku bisa sama kamu, itu udah cukup buat aku. Udah ya, kamu jangan mikir yang macem-macem lagi” dan berakhir dengan usapan lembut di kepalaku.

Kepada calon imamku,

Sesungguhnya aku belum sepenuhnya yakin akan pilihanku ini. Iya, aku masih tidak percaya dengan diriku sendiri, bisa jadi makmum yang baik untukmu kelak atau tidak? Tapi, aku akan serahkan semuanya kepada Sang Pemilik Kehidupan. Aku pasrahkan kepada Penulis Skenario kehidupanku. Jika memang aku ditakdirkan untuk menjadi makmummu, semua proses ini akan lancar-lancar saja, bukan?


Kepada lelaki yang menunggu jawabanku ini,

Jika memang takdirku untuk menghabisi sisa hidupku bersamamu, hanya satu pintaku. Bimbing aku agar bisa menjadi makmum yang baik untukmu. Itu saja.

Me, your future wife. 

5 komentar: