Rabu, 09 September 2015

Semburat Jingga Rania

Bayangan hitam menghiasi rerumputan di hadapannya sore ini. Esta mengamati siluet hitam yang semakin memanjang dihadapannya.

Matahari sudah semakin rendah rupanya.

Diarahkannya mata almondnya menghadap langit. Menikmati gradasi warna senja kali ini. Semburat jingga berpadu dengan merah muda dan sedikit warna violet. Mengingatkan dia akan permen gula kapas kesukaan Rania.

Rania...

Rania, gadis kecil berpipi bulat yang semakin bulat ketika ia memasukkan permen gula kapasnya sebanyak mungkin ke dalam mulutnya.
Rania yang hampir selalu meminta ditemani olehnya untuk berjalan-jalan sore. Hanya untuk melihat senja.
Iya, Rania sangat menyukai senja.

“Bunda... Bundaa, kenapa langitnya berwarna seperti gula kapas, bunda?” tanya Rania waktu itu.
Karena mataharinya mau bobok cantik dulu, sayang” Jawab Esta Asal.
“Oh, gitu ya, Bun. Kalo Rania mau bobok cantik juga, langit bisa jadi kayakk permen kapas juga gak ya?” yang hanya dijawab Esta dengan senyuman.

Rania kesayangan Bunda.

“Langit hari ini berwarna seperti kapas lagi, Sayang” Esta memandang gundukan tanah yang masih basah di hadapannya. Dibelainya lagi nisan kayu yang bertuliskan nama gadis kecilnya. Esta tak mampu lagi menahan pilu yang sejak tadi menusuk-nusuk relung hatinya.

“Bun, Kita pulang, ya. Rania sudah tidur tenang sekarang.” Raka berusaha membantu Esta untuk bangkit. Kemudian dipeluknya salah satu wanita terkasihnya itu.
“Ikhlasin, Bun. She’s in heaven now.” Gumpalan hangat yang sejak tadi membendung di pelupuk mata Raka pun akhirnya tumpah.






Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari nulisbuku.com di facebook dan Twitter @nulisbuku

1 komentar: