Selasa, 19 Juni 2012

Sehangat Serabi Solo




Mitha terbangun dari tidurnya karena sinar matahari yang membias di balik tirai jendela menyilaukan matanya. Di lihatnya sekeliling, bukan kamarnya. “Ah iya, semalam kan aku langsung ke Solo” ujarnya seraya bangkit dari tempat tidur dan menuju kamar mandi. Selepas mengantar Nisrina dan Anantha, ia memang langsung terbang ke Solo untuk menyendiri sejenak.  

Ditatapnya wajah sembab yang terpantul di cermin. Matanya bengkak akibat menangis semalaman hingga tertidur. Ada sedikit lega yang ia rasakan pagi ini, setelah semalam ia tumpahkan semua kesedihannya, rasa kesal dan kecewanya, di kamar hotel ini.

Setelah mandi dan berpakaian, Mitha berjalan keluar hotel. Tujuannya ke Solo kali ini adalah untuk mengubur dalam-dalam rasa sakit dan kecewa yang ia rasakan kini. Ia ingin menghabiskan waktunya dengan menikmati keindahan kota Solo yang dulu pernah di nikmatinya berdua dengan Anantha.

Napak tilasnya ke kota Solo, di mulai dengan mengunjungi Kraton Kasunanan Surakarta dan berakhir di Pasar Klewer yang terletak di sebelah barat dari Gapura Kraton Kasunanan Surakarta. Selesai melihat-lihat batik di Pasar Klewer yang akhirnya membuatnya tergiur untuk membeli beberapa helai pakaian, Mitha melangkahkan kakinya menuju kedai Serabi Solo yang berada di sekitar Pasar Klewer.

Setelah memesan, Mitha menuju meja dan kursi yang masih kosong. Tercium wangi khas penganan yang terbuat dari campuran santan kelapa dan tepung terigu ini membuat perutnya bergejolak.

“Silahkan di nikmati nduk” ujar seorang Ibu yang mengantarkan pesanannya.

“Terima kasih Mbok” ujar Mitha kemudian tersenyum pada wanita paruh baya di hadapannya.

“Bu dokter Mitha bukan ya?” Tanya wanita di hadapannya ragu.

“Iya Mbok. Mbok masih ingat dengan saya?” Mitha sumringah ternyata masih ada yang mengenalnya di sini, setelah 5 tahun ia tidak pernah lagi berkunjung kemari.

“Ya iyalah, si mbok masih ingat. Dulu kan bu dokter sering mampir ke sini sama pacarnya yang dokter juga itu, siapa toh nduk namanya? Kok si mbok jadi lali yo” ujar si mbok.

“Anantha mbok namanya. Dia itu sahabat saya, bukan pacar saya Mbok” Mitha mencoba tetap tersenyum saat menyebut nama lelaki yang pernah di kasihinya dulu.

Ya, Mitha memang pernah bertemu dengan Anantha saat menjalankan tugasnya sebagai calon dokter (koas) di kota Solo. Ia dan Anantha berada dalam satu kelompok selama menjadi Koas, dan semakin lama mereka semakin dekat. Bahkan teman-teman koas lainnya mengira mereka berpacaran.

Mitha, yang memang menyukai Anantha sejak pertama mereka bertemu di bangsal Rumah Sakit tidak keberatan di beritakan berpacaran dengan Anantha. Bahkan Mitha sempat berpikir Anantha juga menaruh hati padanya. Sampai di hari perpisahan mereka, tepatnya sebelum Anantha pergi menuju kota berikutnya untuk melaksanakan tugas Koasnya, Anantha mengajak Mitha untuk makan di kedai Serabi Solo yang sering mereka datangi itu.

“Neng, ada yang ingin saya bicarakan sama kamu.” Ujar Anantha saat itu.

“Ngomong aja atuh a’, kenapa pake ijin sagala” Ujar Mitha dengan logat Sundanya.

“Sebelumnya, kamu janji ya jangan marah sama saya” Anantha menatapnya dalam. Yang di jawab Mitha dengan anggukan kepala tanda setuju.

“Sebenarnya, saya suka sama kamu sejak di bangsal Rumah Sakit dulu. Makanya saya dekati kamu. Tapi….” Ada binar bahagia di wajah Mitha saat mendengar penjelasan Anantha.

“Tapi kenapa a’” Tanya Mitha agak bingung.

Anantha mengambil nafas dalam, kemudian memegang kedua tangan Mitha. Terasa kehangatan menjalar dari tangan Anantha, seakan memberikan kekuatan padanya untuk tetap tegar. Mitha masih menunggu Anantha melanjutkan ucapannya.

“Tapi… Saya hanya bisa jadi sahabat kamu saja neng, tidak selain itu.” Ujar Anantha lirih.

“Boleh tahu alasannya a?” Tanya Mitha sedih

“Banyak hal neng” Hanya itu yang keluar dari mulut Anantha.

“Perbedaan yang memisahkan kita. Itu kan yang a’ Nantha mau bilang” Mitha tak kuasa lagi menahan air matanya yang sejak tadi membendung di pelupuk matanya. Anantha menunduk diam.

“Nduk, serabinya ndak di makan? Keburu dingin nanti” ujar si Mbok membuyarkan lamunan Mitha akan masa lalunya.

“Eh-iya Mbok,” ujar Mitha gagap.

“Maaf nduk, bukannya si Mbok mau sok tahu” si Mbok menggenggam tangan Mitha, hangat.

“Tapi kalau masalah jodoh, rezeki, maut kan sudah di atur sama Gusti Allah. Jadi kita, sebagai makhluk ciptaannya, harus bisa nrimo semua yang di kasih sama Gusti Allah. Karena itu sudah pasti yang terbaik untuk kita nduk” Air mata kembali membasahi kedua pipi Mitha.

Tatapan hangat si Mbok serta genggamannya semakin terasa hangat di hatinya. Sehangat serabi solo, tidak, lebih hangat dari serabi solo yang mulai dingin di hadapannya kini.


#15HariNgeblogFF2 day 6


*hiks....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar