Selasa, 12 Juni 2012

Menunggu Lampu Hijau






Jarum pendek yang terdapat di Jam Gadang menunjuk di angka XI sedangkan jarum panjangnya di angka III, “Jam sebelas lewat lima belas menit” ujar Nisrina pelan.

Matanya berkeliling melihat suasana sekitar Jam Gadang siang itu. Belum terlalu ramai, hanya beberapa orang yang yang berlalu-lalang hendak dan dari Pasar Ateh yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri tersebut. Nisrina tidak menemukan sosok yang di carinya, seseorang yang berjanji akan menemuinya di Jam Gadang siang ini.

Di pandanginya langit yang cerah, dengan warna birunya serta beberapa gumpalan awan yang menyerupai kapas sedang melayang dengan ringannya, seakan tak ada beban yang memberatinya. Sangat berbeda dengan dirinya yang kini sedang di rundung masalah,

“Pai ka ma?” (pergi kemana?) tanya Amak lagi setelah Nisrina menjelaskan perihal surat yang diterimanya beberapa hari sebelumnya.

“Ka London mak, di Inggris” jawab Nisrina antusias.

“Ayah indak satuju anak gadih Ayah satu-satunyo pai surang diri, jauah pulo” ujar Ayah lantang. (Ayah tidak setuju anak gadis ayah satu-satunya pergi seorang diri, jauh pula)

“Ayah indak larang kau sekolah tinggi, tapi jan ka ma itu? London? Sia nan jaga kau disinan?” Amak yang menjelaskan. (Ayah tidak larang kau sekolah tinggi, tapi jangan ke mana itu? London? siapa yang jaga kau disana?)

“Nisrina bukan anak kecil lagi mak, lah 27 tahun umur Nisrina kini” ucap Nisrina sedih.

Angin dingin yang menerpa wajahnya, menyadarkan Nisrina dari lamunannya tentang perdebatannya dengan Amak dan Ayahnya semalam. Di tatapnya amplop coklat yang terdapat lambang mahkota di sudut kiri atasnya, dari Queen Mary, University of London. Surat panggilan untuk melakukan pendaftaran ulang yang akan di buka mulai tanggal 23 Juni 2012 – 22 September 2012. Hal yang sudah lama di nantikannya, mengambil gelar Magister kedokteran di bidang Endocrinology and Diabetes PgDip di kota London. Bertahun-tahun ia mencari-cari program beasiswa, berjuang untuk mendapatkannya. Dan kini, saat kesempatan emas itu sudah di tangan, restu orang tua belum ia dapatkan.

Sekali lagi di tatapnya Jam Gadang di hadapannya, jarum panjangnya sudah berada di angka IX. Sudah 30 menit ia berdiri mematung di sini. Orang yang ia tunggu belum juga datang. “Apa dia sibuk lagi?” ujar Nisrina dalam hati.

“Maaf uda talek datangnyo. Ada pasien emergency tadi” (maaf Uda telat datangnya) ujar seorang laki-laki yang baru saja menghampirinya. Dengan peluh di wajahnya dan nafas yang memburu, seakan habis lari marathon. Bahkan dia lupa melepaskan jas putih kebanggaannya itu, dr. Anantha Yudha, nama yang tertulis di papan nama yang tersemat di jas putihnya.

"Ndak ba'a da" Nisrina hanya bisa tersenyum. (nggak apa-apa da)

“Lah lamo menunggu Nis?” ujarnya setelah mampu mengatur nafasnya kembali normal. Yang di jawab dengan gelengan kepala oleh Nisrina (sudah lama menunggu Nis?)

“Minum dulu da” ujar Nisrina yang kemudian tersenyum sambil menyerahkan sebotol air mineral pada lelaki di hadapannya.

Mereka bersandar pada pagar mungil yang mengelilingi Jam Gadang. Sejenak mereka saling terdiam, memandangi orang yang berlalu-lalang. Kemudian Nisrina menyerahkan amplop coklat yang sejak tadi di pegangnya pada Anantha, yang menerimanya dengan ekspresi terkejut. Keningnya berkerut, alis tebalnya saling bertaut saat membaca isi surat tersebut. Setelah selesai pun ekspresinya tidak berubah. Tidak ada kegembiraan yang di harapkan Nisrina yang keluar dari orang yang sangat di sayanginya itu.

“Jadi, ini kabar gembira yang kamu bilang Nis?” Tanya Anantha datar. “Uda senang akhirnya kamu bisa mengejar mimpi kamu Nis” lanjutnya dengan senyum terpaksa, ada kegetiran dalam nada suaranya.

“Uda samo sajo jo Ayah dan Amak.” Ujar Nisrina yang kemudian pergi berlalu meninggalkan Anantha. (Uda sama saja dengan Ayah dan Amak)

Nisrina mengharapkan dukungan dari Anantha untuk menerima beasiswa tersebut. Tapi, sikap Anantha tak jauh berbeda dengan kedua orang tuanya semalam. Air matanya jatuh membentuk aliran sungai di pipinya. Nisrina terus berjalan tanpa menghiraukan padangan orang di sekitarnya, tak di hiraukan juga teriakan Anantha yang memanggil namanya.

“Nis, dengarkan Uda dulu” ujar Anantha setelah berhasil mengejar Nisrina dan menghentikannya.

Nisrina hanya terdiam, menunduk dan terisak. Kecewa, itu yang di rasakannya saat ini. Anantha menyentuh dagunya, kemudian mengangkat wajahnya, menghapus bulir air mata yang masih mengalir di pipinya. Kemudian, mereka duduk di salah satu bangku taman terdekat. Anantha memintanya bercerita tentang maksud ucapannya tadi, dan seberapa besar keinginannya untuk belajar disana.

Masih berlinang air mata, Nisrina menceritakan pertengkarannya semalam dengan kedua orang tuanya.

“Sekarang Uda tahukan kalau Nis sangat menginginkan beasiswa ini? Uda juga tahukan perjuangan Nis untuk mendapatkannya?” pertanyaan Nisrina hanya di jawab anggukan oleh Anantha. “Hanya 16 bulan da, tapi Amak jo Ayah tetap indak memberi lampu hijau” lanjut Nisrina sedih.

Anantha mendengarkan dengan seksama, dan sangat mengerti kekecewaan Nisrina. Setelah menarik napas dalam, Anantha memberanikan diri memegang kedua tangan Nisrina.

“Kita pai ka London, bia Uda yang minta izin ka Amak jo Ayah” ujar Anantha pada gadis di hadapannya. (Kita pergi ke London, biar Uda yang minta izin ke Amak dan Ayah)
“Apo da? Kita?” Nisrina seakan tak percaya dengan pendengarannya barusan.

“Kamu indak perlu menunggu lampu hijau lebih lama, Amak jo Ayah pasti akan memberi izin kalau kita sudah menikah” ujar Anantha meyakinkan. Nisrina memandang Anantha tak percaya.
"Kita menikah bulan depan, setelah itu kita terbang ke London dan mengurus kuliah kamu di sana." Anantha tak melepaskan tatapannya pada gadis yang paling dicintainya itu.
Bulir air mata membasahi pipi Nisrina sekali lagi. Bukan karena sedih, tapi karena terharu. Kini, kedua orangtuanya tak akan menghalangi Nisrina untuk mengejar mimpinya, karena sudah ada Anantha yang akan menjaganya kelak.




*tulisan ini di buat dalam rangka memperingati kembalinya #15HariNgeblogFF2 yeaay...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar