Kamis, 29 Maret 2012

My Best Boy Friend


Anganku melayang jauh... Ke masa lalu...

Masih teringat jelas di benakku saat pertama kali melihatmu lagi setelah 12 tahun tak bertemu sejak lulus SD. Dan kini, kamu telah banyak berubah, kamu lebih atletis, sudah tidak gendut seperti dulu. Lebih tampan dengan brewok tipis yang menghias wajahmu, membuatku hampir tidak mengenalimu jika kamu tidak menegurku terlebih dahulu.
“Hai Nis, apa kabar?” sapamu saat itu.
Kala itu aku hanya bisa terdiam dan mencoba mengingat-ingat apakah kita pernah bertemu sebelumnya?? Dan aku masih belum bisa mengingat siapa kamu hingga kamu memperkenalkan diri lagi.
“Ini gue, Ridho, temen SD lo” ujar kamu saat itu.
“Ridho??” tanyaku. Kemudian aku mengamatimu dari ujung rambut hingga ujung kaki seakan tidak percaya bahwa makhluk asing di hadapanku ini adalah kamu..
“Iya, Ridho.. lupa ya?” tanyamu lagi.
Sorry.. Sorry.. lo beda banget sih… gue sampai nggak ngenalin..” ujarku masih memperhatikan kamu dengan seksama.. “Dulu kan lo gendut banget.” ujarku lagi.
“Hahah.. Iya.. Tapi itu kan dulu, Nis, waktu masih kecil…” ujarmu saat itu.

Dan setelah itu kita saling bertukar nomor telepon, saling berkirim SMS. Semakin sering lagi kita bertemu setelah menjadi panitia Reuni SD angkatan kita.
Hubungan kita semakin dekat, sikapmu pun berbeda, kamu selalu memberikan perhatian yang lebih. Hal ini membuatku bingung.

Hingga suatu hari, kamu mengirimkan SMS yang isinya.
 Gue mau jujur sama lo Nis, sebenernya gue udah suka sama lo sejak pertama kali kita ketemu lagi. Dan gue mau lo jadi pacar gue,  tapi... gue juga nggak mau ngerusak persahabatan yang baru terbentuk lagi setelah sekian lama. Sorry ya Nis kalo gue bikin lo bingung

“Lo bener, Dho. SMS lo ini emang bikin gue bingung. Jujur gue juga suka sama lo, Dho. Dan gue sangat ingin lo jadi pacar gue” gumamku saat itu.

Namun aku hanya berani membalas SMS mu.
Iya, Dho, gue ngerti. Gue juga nggak mau merusak persahabatan yang baru terbentuk lagi. Kita sahabatan aja ya
Tapi, kalau nanti gue belok lagi ke lo Nis, masih boleh nggak?” balasmu saat itu.
Kalau gue belum punya pacar sih, nggak masalah ya, Dhobalasku.

Tak hanya Ridho, sebelumnya sudah ada yang bersikap seperti itu padaku.

Namanya Adam, teman satu angkatan di Universitas. Aku dan Adam beda fakultas, kami bertemu saat penerimaan mahasiswa baru. Walaupun baru kenal, kami cepat akrab. Sering mengobrol di kampus setelah jam kuliah. Adam paling sering curhat tentang pacarnya yang posesif, demikian aku yang cerita tentang kondisi keluargaku yang kurang harmonis. Aku senang bersahabat dengan Adam. Banyak kesamaan antara kami. Dan itu yang membuat kami selalu bersama. Bahkan sampai membuat pacarnya Adam cemburu padaku.

Aku juga ingat suatu hari..
“Nis, gue putus sama Icha” ujar Adam tiba-tiba.
“Kok bisa?” tanyaku.
“Capek di posesifin terus sama dia” jawab Adam santai.
“Ya, namanya juga cewek, Dam. Wajar lah” jawabku asal.
“Masa, gue nggak boleh pulang bareng sama lo lagi. Apa hak dia coba larang-larang gue pulang sama siapa?” Adam agak emosi. 

Aku hanya bisa tersenyum melihat reaksi Adam. Ya, Adam memang paling tidak suka di larang-larang.
Semenjak Adam putus dengan pacarnya, hubungan kami semakin dekat. Beberapa teman bahkan curiga kalau kami sebenarnya sudah pacaran. Aku dan Adam hanya tersenyum menanggapi ledekan teman-teman. Kadang malah Adam iseng mencandai teman-temannya.

Sampai akhirnya,
“Gue tadi baca SMS lo ke Jimmy” ujar Adam sore itu.
“SMS yang mana?” tanyaku pura-pura tidak tahu.
“Sudahlah Nis, kenapa sih lo nggak pernah jujur sama gue?” ujar Adam lagi.
“Tentang??” tanyaku berkilah.
“Tentang perasaan lo” jawab Adam. “Gue tahu, sebenarnya lo suka kan sama gue?” tanya Adam dengan nada serius.
“Ya iyalah, Dam, gue suka sama lo, kalo nggak mana mungkin gue mau sahabatan sama lo.” Jawabku asal.
“Serius, Nis…” ujar Adam geram. “Lo bisa cerita sama Jimmy tentang perasaan lo ke gue. Tapi kenapa lo nggak bisa cerita sama gue??” lanjut Adam, kali ini sambil menatapku.
“Eehmm..”
“Jujur Nis, gue juga suka sama lo. Gue sayang sama lo.” Ucapan Adam mengejutkanku.
“Tapi, gue takut kehilangan lo, Nis.” Lanjut Adam lagi.
“Itu juga yang gue rasain, Dam. Masalahnya gue pernah kehilangan sahabat terbaik gue, hanya karena gue jujur sama dia kalau gue suka sama dia. Dan gue nggak mau ngalamin itu lagi, Dam. Gue lebih baik kehilangan pacar daripada kehilangan sahabat.” ujarku dengan mata berlinang.
“Ya sudah, kita sahabatan saja, yaa” ujarmu dengan nada yang dibuat ceria.
“Suatu hari, kalau gue udah kerja dan punya uang. Gue akan datang untuk ngelamar lo.” Ujar Adam sambil tersenyum.  

Aku juga jadi senyum-senyum sendiri mengingat dua kejadian itu. Dua orang pria yang aku sayang, tapi tak bisa aku miliki.

Hahhh.. bagaimana kabar kalian sekarang my best boy friend??



Tidak ada komentar:

Posting Komentar