Minggu, 11 Maret 2012

Karena Satu Hal…



Happy birthday, sayang…” ujar Bunda sambil mengecup pipi kanan, kiri juga keningku..
“Makasii, Bunda..” pelukku.
“Anak Bunda sudah besar yaa.. Sudah dua pulu lima tahun, sekarang” ujar Bunda sambil membelai rambutku yang acak-acakan baru bangun tidur.
“Semoga sehat terus, sukses karirnya dan cepet dapet jodoh. Bunda udah nggak sabar nih mau gendong cucu dari kamu” ujar Bunda sambil menatapku kemudian tersenyum. Dan aku hanya meng-Amini ucapan Bunda.

Ucapan Bunda di hari ulang tahunku beberapa hari yang lalu masih terus terngiang di telingaku. Seakan menjadi cambuk bagiku. Bagaimana tidak? Diusiaku yang sudah seperempat abad ini, aku masih belum memiliki pasangan hidup. Sedangkan beberapa teman sebayaku sudah ada yang menggendong anak mereka, minimal mereka semua sudah memiliki pasangan hidup yang abadi. Kalau dipikir sih, wajar saja Bunda berharap seperti itu padaku, karena anak gadisnya sampai sekarang belum mengenalkan siapa calon pendampingnya kelak. Mungkin juga Bunda sudah bosan bertanya padaku tentang pasangan hidup yang selalu ku jawab dengan santainya “Tenang Bunda, nanti juga akan datang waktunya Tami kenalin ke Bunda

Teringat lagi olehku usia Bunda yang sudah setengah abad dan tidak bisa di bilang muda lagi. Semakin hari semakin ringkih dengan penyakitnya. Yaa, belakangan ini penyakit Bunda sering kumat.

Sebenarnya sih, sudah ada beberapa pria yang menyatakan cintanya padaku. Ada yang memang ku tolak terang-terangan, ada juga yang mundur secara halus setelah mengetahui syarat-syarat yang kuajukan untuk menjadi pasangan hidupku. Yaa, aku punya kriteria khusus untuk jadi pasanganku kelak. Beberapa dari mereka bilang kriteriaku berat dan ketinggian. Tapi itu memang ku sengaja. Karena satu hal…

“Hey Tam, bengong aja” seru Nia teman kantorku, yang hanya ku tanggapi dengan senyuman.
“Lagi ada masalah yaa??” tanya Nia agak menyelidik.
“Heh, nggak kok. Nggak papa” ujarku mencoba biasa.
“Yakin??” tanya Nia lagi seakan tak percaya dengan jawabanku barusan. Dan aku hanya mengangguk sambil tersenyum.
“Ooh, gue tau.. pasti nyokap lagi yaa?? Masih nanyain terus emangnya nyokap lu??” tebak Nia yang memang sudah tahu masalahku ini.
“Yaah.. ketebak deh.. hehe” seruku pasrah.
“Kan dari dulu masalah lu itu doang Tam. Hehe ” Nia meledekku.
“Yaa nggak gitu juga kali Ni. Nyokap sih udah nggak sering-sering nanyain, cuma belakangan ini suka nyindir-nyindir gitu deh. Banding-bandingin gue sama anak temennya nyokap atau tetangga gue yang udah pada nikah. Apalagi nih, sebentar lagi kakak sepupu gue mau merit. Lengkaplah sudah…” lanjutku.
“Hmm.. kayaknya urgent banget nih masalah lu.“ ujar Nia belagak mikir. “Apa perlu gue bantuin cari cowok??” lanjut Nia menawarkan bantuan. Kemudian Nia bercerita tentang rencananya juga memperlihatkan beberapa foto teman-temannya yang ada di handphonenya.

“Haha.. boleh juga sih ide lu, tapi gue nggak janji ya, Ni” ujarku dengan nada bercanda.
“Yeeh, nih bocah yak. Jadi nggak niih dicariin??” ujar Nia, keluar deh logat aslinya.
“Hmm.. gue pikirin dulu deh yaa” ujarku, kemudian beranjak pergi dari hadapan Nia.

***

“Sejak pertama kita ketemu lagi, sebenernya gue udah suka sama lu Tam. Gue sayang sama lu, tapi gue juga ga mau ngancurin persahabatan yang baru kebentuk lagi. Sorry ya Tam, kita sahabatan aja. Gpp kan tam??”  

“Gue juga suka sama lu Dho, gue ngerti kok maksud lu. Gue juga ga mau kehilangan sahabat terbaik gue lagi”

“Hmm… tapi Tam seandainya nanti gue belok lagi ke lu, boleh ga?”

“Selama gue blom punya pacar siih gada yang larang yaa.. :D”

Sms dari Ridho juga balasanku untuknya masih tersimpan manis di file pesan dalam handphoneku. Beberapa kali kubuka dan kubaca lagi. Aah Ridho.. Teman masa kecilku, yang dipertemukan lagi beberapa tahun belakangan ini. Seseorang yang selama ini aku harapkan. Seseorang yang selalu aku tunggu kedatangannya. “Kamu sekarang dimana Dho?? Apa kamu tau aku masih mengharapkan kamu, Dho” bathinku. Kupeluk handphoneku yang kini di layarnya terpasang wajah Ridho. Wajah yang kerap kali hadir di mimpiku. Tanpa terasa airmata ini mengalir perlahan.. Membasuh hatiku yang hampa.. Hampa tanpa dirimu disisiku, Dho..
***

“Gimana, Tam??” ujar Nia kemudian. Sudah seminggu ini Nia berusaha mempertemukan aku dengan beberapa temannya.
“Apanya?” tanyaku datar.
“Temen-temen gue?” tanya Nia lagi.
“Ohh, baik-baik kok orangnya” jawabku, masih dengan nada datar.
“Terus?? Ada yang lu taksir nggak?” selidik Nia.
“Hmm.. Gimana ya Ni, blom ada yang sreg sama gue” ujarku sambil menatap Nia.
“Yahh.. Padahal udah semuanya tuh gue keluarin stok temen-temen cowok yang masih jomblo. Masa satu juga nggak ada yang nyangkut siih Tam?” lanjut Nia heran.
“Hehe.. Sorry yaa..” ujarku segan.
“Tapi gue makasiih bangeet sama lu Ni.. Makasii banget” lanjutku cepat-cepat karena melihat Nia cemberut mendengar ucapanku sebelumnya.
“Lu masih normal kan, Tam??” tangan Nia mencoba menyentuh dahiku untuk mengukur suhu tubuhku “Nggak panas kok.” Lanjut Nia lagi.
“Eeh eeh, apaa apaan niih?” tanyaku pura-pura marah.
“Haha.. Gue kira, lu les biola neek. Abis lu nggak mau sih sama lekong yang eike tawarin..” ujar Nia dengan gaya ngondeknya yang membuatku tertawa.
“Hahah.. Parah lu.. Masih normal kok gue.. Tenang ajaa” ujarku masih tertawa.
“Abisnya, lu gue kasih cowok banyak nggak ada yang dipilih satu juga.. Curiga kan, gue” ujar Nia setelah puas tertawa.
“Belom sreg aja, Ni..” ujarku sewajarnya.
“Emangnya yang lu bisa sregnya sama yang gimana sih, Tam??” tanya Nia.
“Yaah. Nggak tau juga sih.. Yang pasti bisa bikin gue nyaman, lah..” jawabku.
“Hmm.. Okelah. Urusan hati emang nggak bisa ditebak. Tapi, gue selalu berharap someday lu ketemu orang yang bisa bahagiain lu. Lu harus yakin itu Tam.” ujar Nia tulus.
“Owhh.. Thank you, dear…” ujarku kemudian memeluk Nia.

Nia benar, suatu hari pasti akan datang orang yang tepat. Orang yang memang berjodoh denganku..
“Allah udah nyiapin jodoh/pasangan yang terbaik dari yang paling baik untuk kita. Tinggal kita aja yang sabar dan ikhtiar. Pasti akan datang saatnya kita ketemu dengan pilihan Allah itu” ujarku yakin.

Dan aku masih berharap kamu Dho, yaa aku harap kamu lah pilihan Allah untuk aku, Dho.

********************************************************************************* 

Tulisan ini ditulis untuk Project NBC Padang dan terpilih dalam buku 1 "Menunggu" 




 nb: tulisan ini inspired by Ridho (bukan nama sebenarnya), I'll wait you Dho... Aku masih menunggu kamu 'belok' lagi ke Aku... (^_^)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar