Tangannya masih menggenggam tanganku erat. Disaat aku harus memasuki gerbong kuda besi yang sudah menungguku sejak tadi.
“Kamu benaran gak bisa menunggu sebentar, lagi Sha?”
tanyanya dengan muka mengiba. Sejak tadi ia terus memintaku untuk tetap di
sampingnya. Seakan kami tidak akan pernah bertemu lagi.
“Maaf, tapi keretaku sebentar lagi berangkat. Aku harus
pergi, Ka”. Ujarku sembari melepaskan genggaman tangannya yang begitu erat. Tampak
kebiruan dibalik kuku tangan beningku. “Ka, bulan depan kan kita akan bertemu lagi.
Kita pasti ketemu lagi, kok. Percaya sama aku.”
Raka hanya nenunduk, dan kedua tangannya masih menguasai
tanganku.
“Tapi…”
“Kenapa, karena mimpimu semalam itu?” tanyaku lagi.
Ah, lagi-lagi Raka
mempercayai mimpi buruknya itu.
“Kamu doakan aku selamat ya, biar bulan depan kita bisa
bertemu lagi. Okey, sayang?” ujarku meyakinnya lagi. Kali ini aku beri kecupan
lembut di keningnya. Pertahanannya runtuh. Tanganku sudah ia bebaskan dari
cengkeramannya.
“Aku pulang dulu ya. Kamu jaga kesehatan.” Kali ini aku
memeluknya. Meyakinkan dia aku akan baik-baik saja.
***
Aku sudah baik-baik saja sekarang, Ka. Aku di sini, memperhatikanmu
dengan seksama. Kau bersimpuh di hadapan gundukan tanah basah dengan taburan
bunga warna-warni. Menangis tersedu.
Maafkan aku tak mendengarkanmu, Ka.
Maaf karena aku tak mempercayai perkataanmu.
Aku pulang. Kembali meninggalkanmu.
Kali ini, untuk seterusnya.
Kecelakaan kereta itu memaksaku untuk meninggalkanmu, Raka.
Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar