Kamis, 10 Juli 2014

Sahabat Terbaik

Sahabat Terbaik  


You say you wander your own land
But when I think about it
I don’t see how you can
You’re aching, you’re breaking
And I can see the pain in your eyes
Says everybody’s changing
And I don’t know why

So little time
Try to understand that I’m
Trying to make a move just to stay in the game
I try to stay awake and remember my name
But everybody’s changing
And I don’t feel the same

(Everybody’s Changing – Keane)

Suara lembut Tom Chaplin, vokalis band Keane, mengalun dari iPod touch kesayangan Fani. Ditatapnya layar smartphonenya dengan sedih. Masih terpampang chat terakhir dengan sahabatnya semasa kuliah dulu.

Tanti: Lo yakin dgn keputusan lo ini Fan?
Tanti: Lo bahkan ga menghargai kita2 yg masih nganggep lbagian dari kita?
Fani: Maafin gue Tan, tapi gue beneran udah ga nyaman lagi
Tanti: Karena lo ga gabung di grup kah?
Tanti: Atau ada kata2  gue yang nyinggung lo Fan?
Fani: I don’t know Tan. I just feel…
Tanti: Gue emang ga tau ada kejadian apa kemaren antara lo sama anak2. Tapi Fan, kita kan temenan udah lama. Kalo emang ada masalah, ya kita bahas bareng2 lah.
Fani: Jujur Tan, gue ga ngerasa dihargain banget. Bukannya gue gila hormat, tapi..
Fani: Gue udah lama ngerasa ga nyaman Tan. Dan gue udah ga sanggup harus pura2 nyaman di hadapan kalian.
Fani: Maafin gue Tan, gue ga bisa berada di tempat yg ga menghargai gue. Bahkan ga anggep gue ada.
Tanti: Ya sudahlah kalo keputusan lo udah bulet. Gue ga bisa maksa. Kan setiap orang pasti berubah Fan. Termasuk kita.
Tanti: Gue cuma bisa bilang, kita sama2 udah dewasa. Semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah. Selamat jalan kawan.

Dua aliran sungai sudah mengalir membasahi pipi Fani kini. Sedih, sakit, kecewa, kehilangan. Semua rasa itu campur aduk menggeluti Fani yang saat ini hanya terdiam mematung dalam kamarnya. Keputusannya sudah bulat. Fani sudah kecewa dengan sikap teman-temannya.
Dialihkan pandangannya ke monitor laptop empat belas inci yang sedari tadi dibiarkan menyala, terdapat wajah teman-temannya di sana. Foto-foto yang tersimpan rapi dalam file khusus di memori laptopnya. Foto-foto ketika masih kuliah dulu, saat bolos bersama, kemping di Curug, Jambore, Ospek kampus, hingga foto-foto saat praktek kerja lapangan dulu masih ia simpan.     
Dipandanginya satu per satu wajah ke delapan sahabatnya yaitu, Lea, Sari, Tanti, Rina, Riza, Doni, Bram dan Pandu. Ada kerinduan yang dirasakannya saat menatap foto-foto lama itu. Fani rindu canda tawa teman-temannya dulu. Rindu kebersamaan mereka semasa kuliah dulu. Rindu. Ingin rasanya ia kembali lagi ke masa lalu. Masa di mana semuanya belum berubah seperti sekarang.
Ya, Tanti benar. Keane juga benar. Setiap orang pasti berubah. Berubah menjadi orang asing.  Berubah menjadi seperti apa yang mereka inginkan. Mengejar mimpi-mimpi mereka. Dan sepertinya hanya Fani yang enggak berubah.

Everybody’s changing and I don’t feel the same..

****

“Kenapa murung begitu mukanya?” ujar Selly, Mama Fani, begitu melihat anak gadis satu-satunya itu keluar kamarnya dengan wajah ditekuk.
Fani hanya menggeleng lesu, kemudian melanjutkan langkah kakinya menuju ruang tamu. Hendak menonton televisi, namun pikirannya tidak tertuju pada layar plasma di hadapannya.
Bu Selly menghampiri anaknya yang bersikap aneh hari itu.
“Kamu kenapa sih, Nak? Sejak tadi mama perhatikan kamu hanya cemberut saja di depan TV. Filmnya yang gak ada yang bagus, ya?” ujar Selly pada anaknya yang masih memasang wajah tak enak itu. Yang ditanya hanya menggeleng pelan dan beberapa saat kemudian wajahnya berubah sedih, seperti hendak menangis.
“Kalau ada masalah cerita sama mama. Mungkin saja mama bisa bantu” Selly memeluk anak kesayangannya itu dengan lembut. 
Dengan segera mengalirlah cerita tentang retaknya hubungan persahabatan Fani dengan teman – teman masa kuliahnya dahulu dari bibir mungil Fani. Selly mendengarkan dengan seksama. Sesekali ia menyeka air mata yang mengalir di kedua pipi anaknya itu dengan tisu. Bahkan tak jarang Selly merengkuh anak gadisnya itu ke dalam pelukannya. Seakan ingin menguatkan anaknya yang sedang rapuh kini.
….
“Menurut  mama, yang Fani lakukan ini salah nggak sih, Ma?” Tanya Fani masih dengan air mata di pipinya.
Selly tersenyum sambil mengelus kepala Fani yang masih berada di dalam pelukannya itu.
“Kalau mama jadi kamu, mama pasti akan melakukan hal yang sama seperti kamu sekarang. Untuk apa kita berada di tempat yang nggak membuat kita nyaman? Yang ada nanti kita malah ngedumel sendirian, ngeluh terus, jadinya malah nambah dosa, loh.”Selly menjelaskan dengan tenang.
“Sahabat yang baik adalah sahabat yang bisa mengerti kondisi sahabatnya, mau menerima segala kelebihan dan kekurangan yang sahabatnya miliki. Sahabat yang baik itu akan selalu berusaha membuat kita nyaman berada di dekatnya. Dan tidak pernah pamrih saat kita meminta bantuan. Bahkan biasanya, mereka yang akan menawarkan bantuan terlebih dahulu sebelum kita meminta.” Selly menatap anaknya yang masih menangis.
“Apa yang kamu tangisi, Nak?” Tanya Selly sambil menyeka kedua pipi anaknya yang chubby itu.
“Entahlah, Ma.” Bahu Fani terangkat ragu.
“Mama tahu kamu pasti sangat kecewa dengan mereka. Berat memang melepaskan orang–orang yang kita sayang. Tapi, jika itu demi kebaikan mereka dan juga demi kebaikan kita sendiri, ikhlaskan sajalah.” Selly memberi kekuatan pada anaknya dalam nasihatnya.
“Tapi Ma, bukannya memutuskan tali silaturahmi itu hal yang tidak disukai Allah, ya?” Tanya Fani bingung.
Selly menggeleng sambil tersenyum.
“Allah maha mengetahui segalanya, Nak” ujar Selly tenang.“Ada pepatah yang mengatakan, gugur satu tumbuh seribu. Yakinlah, meskipun kamu kehilangan sahabat–sahabat terbaik kamu saat ini…” ditatapnya lagi wajah anak semata wayangnya itu dengan lembut. “ …tapi kamu pasti akan mendapatkan penggantinya yang lebih baik lagi.”
Fani memandang takjub pada Mamanya. Senyum pun perlahan merekah di bibir mungilnya. Ada ketenangan yang menghangatkan hatinya kini. Di peluknya satu–satunya wanita yang telah melahirkannya dan juga menjadi sahabatnya selama ini. Hanya mamanya yang selalu mengerti keadaan Fani.Walaupun kini Fani sudah beranjak dewasa, tapi mamanya tetap menjadi sahabat terbaik bagi Fani.

You’re gone from here
And soon you will disappear
Fading into beautiful light
Cause everybody’s changing
And I don’t feel right

So little time
Try to understand that I’m
Trying to make a move just to stay in the game
I try to stay awake and remember my name
But everybody’s changing
And I don’t feel the same


(Everybody’s Changing – Keane)

****

Ini salah satu FF lama gue, yang gue bikin karena terinspirasi dari lagunya Keane dan ngetiknya sambil nangis. FF ini gue kirim ke NBC Bekasi untuk proyek menulisnya yang bertema "Friendship". Dibukukan dengan judul Long Friendship dan hanya dijual di nulisbuku.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar