Senin, 21 Januari 2013

Untuk Kamu, Apa sih yang Nggak Boleh?


Siang itu Ferdi mengarahkan laju kemudi sedan hitamnya ke wilayah timur Jakarta, tepatnya daerah Rawamangun, dimana terdapat sebuah ruko perkantoran tempat Rani bekerja. Hampir habis kesabaran Ferdi menunggu respon dari Rani yang tak kunjung datang, baik melalui telepon ataupun pesan singkat.

Sehabis meeting dengan klien di daerah Salemba, Ferdi berinisiatif untuk menghampiri Rani di kantornya. Ia yakin akan bertemu dengan Rani siang ini. Rani tidak jarang keluar kantor jika masih dalam jam kerja. Rani tipe wanita workaholic, jabatannya yang lumayan tinggi di perusahaan tersebut membuatnya seperti tidak memiliki waktu luang untuk beristirahat. Seperti itulah Rani yang ia kenal dulu.

Setelah memastikan sedan hitamnya terparkir dengan benar, Ferdi pun melangkahkan kakinya masuk ke salah satu Ruko berlapis cat ungu muda di hadapannya. Resepsionis cantik berambut lurus sebahu yang sudah sangat ia kenal menyapanya dengan hangat. Hampir semua karyawan di kantor ini sudah mengenalnya, terutama resepsionis yang selalu menyapanya dengan hangat dan lembut itu.

Setiap jam pulang kantor, Ferdi selalu menyempatkan diri untuk menjemput Rani ke kantornya, atau sekedar mengajaknya makan siang jika kebetulan habis meeting dengan klien di Kelapa Gading. Meskipun Rani selalu melarangnya, “Nggak usah repot-repot jemput aku, mas” katanya waktu itu. Yang selalu Ferdi jawab dengan “Buat kamu, apa sih yang nggak?” kemudian cubitan kecil mendarat di lengan Ferdi yang kekar, hasil yang ia dapat setelah rajin ngegym selama beberapa bulan. Ia rindu cubitan kecil Rani setiap ia habis berkata gombal dan merayu. Ia rindu wajah malu-malu Rani setiap Ferdi memuji kecantikannya itu.

Hubungannya dengan Rani sudah berjalan selama dua tahun dan beberapa hari lagi mereka akan disatukan dalam ikatan pernikahan. Namun tiba-tiba sikap Rani berubah, semakin menjauh dan tanpa alasan. Keluarga besarnya sudah menanyakan perihal rencana pernikahannya dengan Rani yang tinggal hitungan hari tersebut.

“Tapi, dia selingkuh beb. Gue liat sendiri dia lagi ciuman sama temen kantornya itu” 

Deg!
Langkah kaki Ferdi terhenti, tangannya yang sudah memegang handle pintu pun menegang, kaku. Dirasakannya amarah yang tersirat dalam suara wanita yang berbicara tadi. Suara yang sudah ia hapal betul, suara Rani.

Ra.. rani melihat Sisca menciumku, di kantor?

Seketika tubuhnya kaku. Berbagai macam hal mulai memasuki pikirannya. Sama-samar masih terdengar percakapan dari dalam ruangan di balik pintu kayu dihadapannya. Perbincangan dua orang sahabat, Disya dan Rani. Sesekali terdengar isak tangis dari salah satu wanita di dalam, Rani.

“Lo juga berharap Ferdi dan keluarganya mau nerima keberadaan Nisrina kan, beb?”

Seakan tidak percaya pada pendengarannya  Ferdi menempelkan telinga kirinya ke pintu, “Siapa Nisrina?” hatinya bertanya.

"Please, jujur sama diri lo sendiri beb. Jangan bohongin hati lo lagi.”
“Gue terlalu sayang dia beb. Gue nggak mau kehilangan dia. Tapi gue juga nggak mau kehilangan anak gue lagi beb.”
“Gue takut beb. Gue takut mas Ferdi nggak mau terima keberadaan anak gue dan lebih memilih wanita itu dibanding gue. Gue takut beb.”

“Nisrina? Anak?” ujar Ferdi semakin tidak mengerti dengan pembicaraan didalam.

Tidak dapat menahan lagi rasa keingintahuannya akan apa yang baru saja ia dengar dari balik pintu, Ferdi pun akhirnya memutar handle pintu, mendorongnya hingga terbuka lebar. Dilihatnya kedua wanita yang sedang duduk di sofa berwarna coklat tersebut terkejut melihat kedatangannya.

“Mas Ferdi!”

Dilihatnya tubuh Rani menegang, kaku. Wajahnya menampakkan keterkejutan.

“Kita harus bicara, dek!” Ferdi melirik kearah Disya yang masih duduk di atas sofa, di samping Rani. “Berdua” lanjutnya lagi seakan memberi kode pada Disya untuk meninggalkan mereka.

Disya pun berdiri kemudian melangkah menuju pintu, tempat Ferdi berdiri dan meninggalkan Rani yang terduduk kaku di sofa.

“Kalian selesaikan baik-baik ya, dengan kepala dingin.” Bisik Disya ketika berhadapan dengan Ferdi. Kemudian melanjutkan langkahnya menuju pintu, keluar dari ruangan tersebut. 


Hari ke-8 #13HariNgeblogFF

Cerita sebelumnya : Cintaku Mentok di Kamu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar