Jumat, 18 Januari 2013

Sambungan Hati Jarak Jauh




“Non Rani dari mana aja, toh?” ujar wanita paruh baya yang membukakan pintu rumahnya. Ada kekhawatiran terpancar dari wajahnya.

“Nggak dari mana-mana kok mbok. Ada apa memangnya?” Rani menatap heran pada Mbok Minah yang telah mengabdi puluhan tahun di keluarganya itu.

“Engg.. anu non.. Sejak tadi pak Ferdi telepon terus nanyain non Rani sudah pulang atau belum. Tadi juga sempat ke sini nyariin non Rani.”

“Oh.. ponsel saya memang mati mbok, jadi memang tidak bisa di hubungi”
“Oh, iya mbok Minah.. Hari ini saya sangat lelah. Saya ingin langsung istirahat saja. Kalau ada yang telepon nyariin saya bilang saja saya sudah tidur ya mbok.” Ujar Rani sebelum memasuki kamarnya.

“Baik, non” Mbok Minah pun berbalik meninggalkan Rani sendirian di kamarnya.

Setelah menutup kembali pintu kamarnya, Rani kemudian menghempaskan tubuhnya di atas kasur beralaskan seprai dan bed cover berwarna biru langit, warna kesukaannya itu. Sejenak ia coba memejamkan kedua matanya. Terngiang percakapannya dengan bu Susi sore tadi saat ia mengunjungi Panti Asuhan.

“Badannya panas sejak kemarin. Tapi sudah ibu beri obat penurun panas, sekarang dia sedang tidur dikamarnya.” Ujar bu Susi ketika Rani menanyakan dimana Nisrina, karena ia tidak melihat anak tersebut di ruang bermain panti asuhan.
“Sudah di periksa ke dokter bu?” tanya Rani cemas. Yang hanya di jawab dengan gelengan kepala oleh bu Susi. Rani mengerti, memang ada keterbatasan di panti tersebut.
“Kita bawa saja Nisrina ke klinik terdekat sekarang bu” Rani mencoba menawarkan bantuannya.
“Tidak usah nak Rani. Mudah-mudahan panasnya akan turun malam ini.” Bu Susi mencoba menenangkan Rani.
“Tapi bu…”ujar Rani cemas.
“Nanti, kalau memang panasnya tidak turun juga baru kita bawa ke dokter”
***

Rani berdiri dalam ruangan yang semua interiornya berwarna putih. Bau khlorin khas rumah sakit tercium dari hidungnya. Di lihatnya seorang wanita paruh baya yang sudah ia hapal betul bentuk wajahnya.

“Ibu sedang apa di sini?” tanya Rani heran melihat bu Susi terdiam menunduk dan bersandar pada tembok putih koridor rumah sakit itu.

Bu Susi mengangkat wajahnya, kemudian menoleh ke arah kiri dari tempat Rani berdiri. Rani mengikuti arah pandang bu Susi yang ternyata adalah kamar tempat pasien anak-anak dirawat. Entah apa yang membuat Rani melangkahkan kedua kakinya menuju kamar tersebut. Dilihatnya seorang anak bertubuh gempal berbaring di salah satu tempat tidur di dalam kamar itu. Setengah berlari Rani menghampiri anak kecil yang ternyata adalah Nisrina, anaknya.

Matanya terpejam, bibirnya terlihat pucat. Meskipun demikian, bibir pucat tersebut membentuk senyuman. Jemari tangan kanan Rani membelai pipi montoknya. Dingin.

“Sayang, ini Bunda datang. Kamu buka dong matanya” ujar Rani setengah berbisik. Tubuh gempal dihadapannya tidak bereaksi sama sekali.

“Nis..” Rani mencoba mengguncang kedua bahu anaknya itu. Tetap tidak ada reaksi.

Di tatapnya Bu Susi, sudah berada di sampingnya kini. Wanita paruh baya tersebut hanya menggeleng perlahan kemudian menunduk.

“Nggak… Nggak mungkin..” Rani masih berusaha mengguncang kedua bahu Nisrina. Aliran hangat pun mengalir di kedua pipinya. Dan bibirnya pun tak berhenti meneriakkan nama anak perempuan yang belum lama ini dipertemukan kembali dengannya.

“Jangan tinggalin Bunda, sayang.. Maafin bunda… Bunda sayang Nisrina…”
……

***

“Selamat pagi bu Susi” sapa Rani pada wanita yang masih terlihat cantik ini.

“Loh, nak Rani, selamat pagi. Ada apa ini pagi-pagi sudah mengunjungi Panti, tumben.” Senyum khas bu Susi tidak pernah lepas dari wajahnya.

“Hanya ingin melihat keadaan Nisrina bu, apa panasnya sudah turun?” Rani langsung ke tujuan utamanya datang ke Panti pagi itu. Perasaannya tidak tenang setiap mengingat mimpinya semalam. Kemudian rani menceritakan perihal mimpi buruknya semalam pada bu Susi.

“….”

“Saya hanya khawatir dengan keadaan Nisrina, Bu?” ujar Rani menjelaskan.

“Nak Rani sepertinya mempunyai sambungan hati jarak jauh dengan Nisrina. Semacam ikatan batin antara Ibu dengan anaknya.” Ujar bu Susi.
“Memang, suhu tubuh Nisrina mencapai tiga puluh sembilan derajat semalam. Dia juga mengigau, sepertinya memanggil nama nak Rani. Tapi tidak terdengar jelas.” bu Susi kemudian. “Tapi, pagi ini sudah kembali normal kok. Sejak semalam sudah di kompres dan di beri obat penurun panas.” lanjut bu Susi menenangkan Rani.

Dihampirinya gadis kecilnya itu yang masih terbaring di atas tempat tidur. Seakan mengetahui kedatangan Rani, gadis itu membuka matanya kemudian tersenyum bahagia melihat Rani yang langsung memeluknya.

“Bunda sayang Nisrina” bisik Rani dalam pelukannya.


Cerita sebelumnya : Cuti Sakit Hati

Hari ke-5 #13hariNgeblogFF 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar