Rabu, 16 Januari 2013

Orang Ketiga Pertama


Sore ini langit memancarkan semburat jingganya dengan cantik. Bias sinar dari sang mentari yang perlahan mulai memasuki peraduannya di ufuk barat sana.

Sudah waktunya pulang

Rani memperhatikan dengan seksama anak perempuan berambut lurus sebahu dengan poni menutupi dahinya yang lebar. Pipinya yang seperti bakpau itu, semakin membuat Rani gemas dan ingin mencubitinya. Di belainya rambut halus anak itu dengan lembut. Semakin hari, Rani semakin tidak ingin berpisah dengan anak perempuan berusia empat tahun itu.

Ini sudah kali ketiga Rani mengunjungi panti asuhan ini. Hanya untuk bertemu dengan Nisrina, anak yang pernah ia lahirkan empat tahun yang lalu. Yang dengan terpaksa ia tinggalkan di pinggir jalan. Dan yang dipertemukan kembali di panti asuhan ini. Oleh takdir.

Sejenak ia memeluk lembut gadis kecil di sampingnya ini, mencium keningnya, kemudian membelai lembut kedua pipinya. Dilihatnya lagi sepasang mata mungil yang selalu hadir di mimpinya itu. Di raihnya kedua tangan mungil Nisrina dalam genggamannya. Di dekatkannya kedua tangan itu ke dada Rani kemudian ke dada Nisrina dan kembali ke pipi gadis itu. Hal yang selalu Rani lakukan setiap berpamitan dengan gadis mungil ini. Cara Rani memberitahukan betapa ia sangat menyayangi gadis itu. Dan akan selalu kembali untuk menemui gadisnya itu.

Rani bangkit dari duduknya, dan ia merasakan bagian bawah bajunya di tarik. Dilihatnya tangan mungil Nisrina memegangi erat bagian bawah bajunya itu, wajahnya memancarkan kesedihan. Ah, Rani tak pernah tega jika melihat tatapan sedih anak itu. Di peluknya lagi gadis kecil bertubuh gempal itu. Tak ingin ia lepaskan.

Aku harus ambil keputusan secepatnya. Tapi, bagaimana dengan Ferdi? Dengan pernikahan ku yang tinggal hitungan hari? Apa mereka bisa menerima Nisrina?

Dan berbagai macam pertanyaan lainnya bermunculan satu per satu di benaknya.
*** 

From: Mas Ferdi [0812828xxx]
Dek, jgn lupa ya, hari ini ada pertemuan sama orang WOnya. Km bs dtg kan?

Sudah berkali-kali Rani membaca tulisan yang tertera di layar ponselnya itu, tanpa ada niat untuk membalasnya.

Drrttt… drtttt..

Mas Ferdi calling

Rani menghirup dalam-dalam udara di sekitarnya. Memenuhi rongga paru-parunya dengan oksigen sebanyak mungkin kemudian dihembuskannya udara tersebt perlahan-lahan melalui mulutnya. Di pijitnya tombol hijau pada layar sentuh ponselnya kemudian di dekatkan ponsel tersebut ke telinga kanannya.

“Kamu sudah baca sms dariku?” ujar suara diseberang, langsung. Tanpa basa-basi.
“Sudah mas. Baru mau bales, eh kamu udah telepon duluan.” 
“Oh, Ya sudah. Nanti kamu bisa datang kan? Aku jemput seperti biasa ya.”
“Umm.. Maaf mas, aku nggak bisa datang nanti sore. Ada urusan.”
“Lebih penting dari urusan pernikahan kita?”
“…….”
“Belakangan ini sikap kamu aneh, dek.”
“…..”
Are you still there, Rani?” ada nada khawatir yang terdengar.
“Umm.. Mas.. kayaknya kita harus bicara deh.”
“Baiklah, nanti aku jemput ya pulang kerja”
*** 

Ferdi meletakkan ponselnya di atas meja kerjanya. Beberapa hari ini ia merasakan sikap Rani semakin aneh. Seperti ada yang di sembunyikan oleh wanita yang ia cintai itu.

Berbagai macam pikiran mulai bermunculan di benaknya.

Apa Rani ingin membatalkan pernikahan ini?
Atau ia memiliki pria lain?
Ah, tapi tidak mungkin.. Rani tipe yang setia.
Atau.. dia sudah tahu?

“Hay sayang.. Kenapa muka kamu kusut begitu?” ujar wanita cantik dengan blouse berwarna merah yang kini sedang berjalan menghampiri Ferdi.

Ferdi mengangkat wajahnya.

“Pintunya tadi terbuka, ya aku masuk saja.” Ujar wanita tersebut yang langsung melingkarkan kedua lengannya di leher kekar Ferdi setelah mereka berhadapan.

“Sisca, ini di kantor.” Ferdi berusaha menurunkan lengan wanita dihadapannya ini dari lehernya. Tetapi Sisca tidak mengendurkan lengannya dan masih melingkar di leher Ferdi.

“Sisca, aku akan menikah dengan Rani minggu depan. Jadi, aku harap kamu mau berhenti bersikap seperti ini lagi.” Sekali lagi Ferdi menepis lengan Sisca dari lehernya, agak kasar.

“Baiklah, meskipun nantinya kamu jadi menikah dengan wanita pilihan ibumu itu. Aku tetap akan selalu ada  dalam rumah tangga kalian”

Sisca mengecup lembut bibir Ferdi, kemudian meninggalkannya yang terdiam mematung.


Hari ke 3 #13HariNgeblogFF
Cerita sebelumnya : Pukul 2 Dini Hari

2 komentar: