Minggu, 20 Januari 2013

Balas Kangenku, Dong!


“Bunda sayang Nisrina” bisik Rani dalam pelukannya.

Seakan mengerti apa yang Rani ucapkan, gadis kecil dalam pelukannya tersebut memeluk Rani semakin erat. Tak ingin lepas.

Bu Susi menyeka kedua pipinya yang basah oleh air mata. Hatinya tersentuh melihat kedekatan dua perempuan beda generasi di hadapannya kini. Perlahan dan tanpa suara ia membalikkan badannya meninggalkan Rani di kamar bersama Nisrina. Dibiarkannya Rani menikmati kebersamaan dengan Nisrina hanya berdua.

Mereka berdua seperti Ibu dan anak .. ujar bu Susi dalam hati.

Kakinya kini membawanya kembali menuju ruang kerjanya di panti tersebut. Ruang Kepala Yayasan. Begitu yang tertulis di papan ukir yang tergantung di depan pintu masuk ruangan yang tidak terlalu luas itu. Di dalamnya hanya terdapat satu buah meja kerja dengan dua buah kursi lipat yang di letakkan berhadapan, mengapit meja yang diberi alas kain berwarna hijau polos sebagai taplaknya.

Diraihnya sebuah foto berbingkai kayu dengan ukiran sederhana dari atas meja tersebut. Terdapat wajah orang yang paling di sayang dan dirindukannya sejak lama. Anak semata wayang bu Susi yang sejak lima tahun lalu pergi merantau ke negeri orang.

“Apa kabar kamu di sana, nak. Sudah lama ibu tidak mendengar kabar tentangmu.” Terbersit kerinduan yang mendalam di hati wanita paruh baya ini.

Ditatapnya lagi wajah lelaki tampan yang bersamanya di foto tersebut. Foto terakhir yang diambil sebelum anak lelaki satu-satunya tersebut memutuskan untuk pergi berlayar ke negeri orang, mencari pengalaman, katanya dulu.

“Kapan kamu pulang, nak? Ibu sudah sangat rindu canda tawamu itu” bulir air mata kembali membasahi raut wajahnya yang sudah berkeriput di beberapa bagian itu.
***

Untuk kesekian kalinya Ferdi menekan tombol hijau pada ponselnya hingga terdengar nada sambung, menandakan nomor telepon yang ia hubungi masih aktif dan dapat menerima panggilan masuk. Tapi, untuk lagi-lagi Ferdi harus kecewa, karena orang yang ia hubungi tersebut tidak kunjung mengangkat telepon darinya.

Di kirimnya lagi pesan singkat ke nomor yang sama, yang sejak tadi berusaha ia hubungi. Namun tidak kunjung ada balasan juga.

“Kamu kenapa lagi sih dek…” ujar Ferdi setengah frustasi.

Sejak kemarin ia memang tidak berhasil menemui calon istrinya tersebut. Saat pulang kerja, Ferdi tidak menemukan Rani di kantornya. Padahal sebelumnya ada yang ingin Rani bicarakan dengannya, dan mereka sudah berjanji bertemu selepas jam kantor usai.

Di hampiri ke rumahnya pun sama, tidak ia temukan sosok wanita cantik pilihan ibunya tersebut. Di hubungi ke nomor ponselnya tidak pernah diangkat, pesan singkatnya pun tak kunjung dibalas hingga hari ini.

“Pasti ada sesuatu! Karena tidak biasanya Rani bersikap seperti ini.” Ujarnya lirih.

Sekali lagi di ketiknya pesan singkat untuk wanita yang ia sayangi itu.

To: Rani [0811452xxx]
Km lg knp dek? Tlp aku ga prnh diangkat, sms ga prnh dibls. Aku samperin ke rmh km ga prnh ada. Klo mmg ada masalah, kita bicarakan baik2 ya. Jgn dibiarkan menggantung sprti ini. Hr pernikahan tinggal bbrp hr lagi. Tlg angkat tlpku, atau plg tdk bls smsku ini. –aku yg merindumu-

Message sent…

Message delivered…

Setelah meletakkan ponselnya di atas meja nakas di samping tempat tidurnya, Ferdi kemudian merebahkan kepalanya yang mulai terasa berat. Dan perlahan ia mengistirahatkan matanya, tapi tidak pikirannya.



Hari ke-6 #13HariNgeblogFF

Cerita sebelumnya: Sambungan Hati Jarak Jauh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar