Hai D, how are you?
Meskipun semalam kita masih
bercanda melalui telepon hingga masing-masing dari kita tertidur dengan
sendirinya, tapi aku tetap menanyakan kabarmu melalui surat ini.
Kau tahu?
Sejujurnya aku masih tak percaya bisa berbincang denganmu lagi. Aku seperti
berada dalam mimpi. Kamu, yang selama sepuluh tahun kebelakang menghilang tanpa
jejak, tanpa kabar berita, tiba-tiba muncul seperti hantu. Meskipun tidak di
hadapanku secara fisik, tapi virtual.
Iya, aku sungguh tak menyangka
kamu yang menghubungi aku dini hari itu. Aku masih ingat, saat itu aku sedang bersiap
untuk sahur ketika ponsel pintarku menerima pesan singkat dari nomor tak
dikenal. Sejujurnya aku paling malas membalas pesan dari nomor asing, itu
kenapa saat itu aku agak malas merespon pesan dari nomor asing tersebut yang
ternyata kamu. Maaf, ya.
Saat itu aku tak tahu harus
merasa senang, sedih atau takut begitu tahu pemilik nomor asing itu kamu. Orang
yang selama ini aku cari, namun tak kunjung kutemukan. Aku bahkan sempat
berpikir kamu sudah lebih dulu meninggalkan aku sendiri di dunia ini. Atau mungkin
juga kamu sudah melupakan aku, dan tidak ingin bertemu aku lagi. Semua karena masa
lalu yang sangat tidak mengenakkan itu.
Tapi di satu sisi aku senang
karena akhirnya kamu yang menemukan aku. Meskipun setelah sepuluh tahun
berlalu, kamu masih mengingat aku dalam benakmu. Iya, aku tahu. Sangat sulit bagimu
mengumpulkan fragmen dari masa lalu yang memang tidak seharusnya diingat lagi. Terlalu
menyakitkan. But you did it! Dan aku
berterima kasih karena itu. Akhirnya doa-doaku dikabulkan. Aku bisa bertemu
dengan kamu lagi, meski hanya suaramu saja.
Kamu, yang saat ini berada
puluhan ribu mil jauhnya dari tempatku tinggal. Terpisah lautan, juga zona
waktu kita yang berbeda. Meskipun hanya berbeda dua jam, kamu lebih awal, tapi
tetap membuat salah satu dari kita harus mengalah. Entah aku yang harus bangun
lebih awal, atau kamu yang tidur lebih telat agar kita bisa bertukar kisah di
telepon. Selain itu, sinyal provider juga tak henti-hentinya menguji kesabaran
kita. Kamu selalu bilang “Ya, maklum aja namanya juga di pedalaman.” Dan aku
mencoba maklum.
Banyak kisah terucap, banyak
rindu tersirat dalam setiap candaan yang kamu lontarkan saat kita bertemu
suara. Tapi aku tetap merindukan hadirmu di sini, di hadapanku. Iya, meskipun
sudah melihat rupamu dalam foto yang kau kirimkan padaku, tapi aku tetap
berharap bisa bertemu muka denganmu.
Aku sudahi dulu ya, surat ini. Bisa
habis berlembar-lembar jika aku biarkan tangan ini menuliskan apa yang aku
rasakan, apa yang aku inginkan saat ini. Tapi yang pasti, aku tunggu
kedatanganmu di Jakarta, D. As soon as
possible.
Jaga kesehatanmu, ya! Jangan sampai
sakit lagi.
Aku yang merindumu,
Rula
semoga kau baik-baik saja D, ada seseorang yg setia menunggumu :D
BalasHapusterima kasih udah mampir :D
Hapussemoga D sehat selalu, cepat ketemu (lagi) :)
BalasHapusaminnn.. makasih yaa udah mampir :D
HapusBaru mampir udah suka sama tulisannya :)
BalasHapuswww.fikrimaulanaa.com
terima kasih sudah mampir :)
HapusOrangnya masih idup kok terakhir di cak masih napes...
BalasHapusalhamdulillah :)
Hapus