Minggu, 13 Januari 2013

Kenalan Yuk!


Dinginnya pagi yang disebabkan hujan sejak malam ini membuat Rani ingin tetap berada di balik selimut tebalnya. Rasa malas untuk bangkit dari kasur empuknya pun semakin menjadi setelah tahu bahwa tetesan air masih turun dari langit.

Dilihatnya jam dilayar ponsel kesayangannya itu sudah menunjukkan angka 07.00. Dengan agak malas akhirnya Rani beranjak dari tempat ternyaman di kamarnya itu kemudian bergegas mandi, ia sudah berjanji akan menemani salah satu sahabatnya berkunjung ke salah satu panti asuhan di daerah selatan Jakarta jam delapan nanti.  

***

“Dalam rangka apa lo ngajak gue ke panti beb?” tanya Rani begitu mobil Disya sudah keluar dari kompleks perumahan mereka.

“Dalam rangka mau ngenalin lo sama dunia yang jauh berbeda sama dunia kerja lo yang nggak kenal kata istirahat itu.” ujar Disya tanpa mengalihkan perhatiannya ke jalanan di hadapannya itu.

Disya membelokkan setir mobilnya memasuki sebuah jalan kecil yang lebarnya hanya cukup untuk satu mobil itu dengan perlahan. Di ujung jalan ini terdapat sebuah rumah yang memiliki halaman depan agak luas  dengan pagar besi berwarna biru muda. Tidak ada papan nama yayasan di halaman depan rumah tersebut, sehingga tidak terlihat seperti panti asuhan, melainkan rumah biasa dengan halaman depan agak luas.

Setelah memarkirkan mobilnya di halaman depan rumah tersebut, Disya mengajak Rani ikut turun masuk ke dalam rumah itu. Ada perasaan aneh yang dirasakan Rani ketika matanya menatap ke arah rumah bercat putih di hadapannya itu. Entah apa.

“Ayo beb, masuk. Jangan berdiri aja di situ”

Disya ternyata sudah berada agak jauh dari tempatnya berdiri kini. Di hempaskannya rasa aneh tadi dari pikirannya, kemudian kakinya melangkah menuju Disya yang sudah bersama seorang wanita paruh baya yang terlihat ramah.

“Beb, ini kenalin Bu Susi, kepala yayasan di panti ini”

Rani mengulurkan tangannya untuk berjabatan tangan dengan wanita yang masih terlihat cantik di hadapannya itu.

“Rani” ujarnya berusaha sopan.

“Ayo nak Disya dan nak Rani langsung masuk saja ke dalam, anak-anak baru saja selesai sarapan dan sedang bermain-main di ruang tengah.” Bu Susi sangat ramah dan wajahnya tak pernah lepas dari senyuman.
 
“Kenalan yuk beb sama anak-anak,” Disya langsung menarik Rani masuk menuju ruang tengah yang dimaksud Bu Susi tadi.

Disya dengan mudahnya akrab dengan anak-anak yang sebagian besar berusia balita ini. Mereka semua tertawa gembira, seperti tanpa beban. Ciri khas anak-anak.

Ada satu anak yang menarik perhatian Rani sejak tadi, seorang anak perempuan yang sedang duduk sendirian di salah satu meja kecil tak jauh dari tempatnya berdiri disana.

Tanpa sadar Rani melangkah mendekati anak itu kemudian duduk di sampingnya.

 “Hey, kok sendirian aja di sini? Nggak gabung sama yang lainnya disana?” tanya Rani ramah.
Anak perempuan berkaos biru itu menatap Rani tanpa ekspresi.

Deg! Mata itu. Mata mungilnya mengingatkan Rani akan sesuatu. Yang beberapa malam belakangan ini selalu hadir di mimpinya.

“Namanya Nisrina, ia tuna rungu.” Bu Susi kemudian duduk di hadapan Rani.

“Empat tahun lalu ibu menemukannya di pinggir jalan dalam keranjang bayi. Di dalam keranjang tersebut terdapat surat yang sepertinya ditulis oleh ibu yang melahirkannya. Di sebutkan dalam surat itu anak ini diberi nama Nisrina.” Bu Susi menjelaskan sambil menatap iba pada anak perempuan di samping Rani.

Deg!

Sekelebat bayangan masa lalu terlintas di benak Rani.

Saat ia dinyatakan positif hamil oleh dokter dan Sony, kekasihnya saat itu, yang tidak mau bertanggung jawab kemudian meninggalkannya dengan perut yang semakin lama semakin membesar. Sakitnya saat proses persalinan. Tangisan bayi yang masih merah berlumur darah. Keranjang bayi yang ia letakkan di pinggir jalan saat tengah malam. Empat tahun lalu   

Air matanya berjatuhan membentuk dua aliran sungai di pipinya.

Rani memeluk anak perempuan di sampingnya kini. Anak yang lahir dari rahimnya. Yang ia tinggalkan di pinggir jalan empat tahun lalu.



Hari 1 #13hariNgeblogFF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar