Selasa, 28 Februari 2012

Kamu, Masa Lalu Ku


Semua terjadi saat aku SMP.

Sebelumnya perkenalkan namaku Adisty Utami Hapsari, anak pertama dari 3 bersaudara. Saat itu aku bersekolah di salah satu SMP favorit di Jakarta Selatan yang letaknya agak jauh dari rumahku yang terletak di pinggiran Jakarta Selatan dan hampir berbatasan dengan Depok. Itu menyebabkan aku harus mengikuti layanan antar-jemput sekolah (permintaan Bunda).

Yang ingin aku ceritakan berawal saat aku masih kelas 1 SMP, saat itu aku memang dekat dengan seorang anak laki-laki teman sekelasku, namanya Rio. Kami berteman baik layaknya sahabat dekat. Yaa entah mengapa sejak kecil aku lebih suka berteman dengan anak laki-laki dibanding anak perempuan, walaupun teman perempuanku tidak sedikit jumlahnya. Tapi berteman dengan laki-laki itu menyenangkan, mereka lebih apa adanya dan tidak di buat-buat. Memang benar pendapat tentang laki-laki yang menggunakan 90% logika dan hanya 10% perasaan, berbeda dengan perempuan yang menggunakan 90% perasaan dan hanya 10% logika.

Saat itu kami begitu dekat, hingga suatu hari...

”Rio, aku pinjam buku catatan Bahasa Indonesianya yaa..” ujarku pada Rio Sahabatku itu

“Memangnya tadi kamu nggak nyatet yaa??” tanya Rio padaku

”Hehehe... tulisannya nggak keliatan Yo.. kan aku duduk di belakang...” ujarku sambil garuk-garuk kepala yang sebenarnya tidak gatal... Yaa dikelasku memang ada pergeseran tempat duduk setiap 1 minggu. Yang bertujuan agar setiap anak bisa merasakan duduk di bagian manapun.

”Haa.. dasar disty.. mata kamu dah minus yaaa??? Udah di periksa belum ke dokter mata??” tanya Rio lagi.

”Belum sempat. Lagian tadi yang duduk di depan aku tinggi-tinggi semua Yo..” jawabku

”Ahahhaha... Yaudah ini aku pinjemin.. Tapi jangan lama-lama yaa dis” ujarnya seraya memberikan buku catatannya padaku.

”Siap boss... Paling lusa aku balikinnya..” ujarku lagi

”Yeee.. Itu mah pas ada pelajarannya dong..” kata Rio ”Yaudah nggak papa, daripada nggak di balikin.. hehhe.. Jaga baik-baik yaa” ujarnya lagi.

”Hiya hiya..” jawabku asal sembari memasukkan buku catatan Rio ke dalam tasku kemudian bergegas keluar kelas menuju kantin...


Malam harinya, di kamarku usai menyalin catatan Rio, entah kenapa saat itu perasaanku tak menentu... Senang tapi juga gelisah.. Dan tiba-tiba terpikir untuk melakukannya...

Tanpa berpikir panjang tentang akibat dari tindakanku nanti aku menulisnya di halaman tengah buku catatan Rio. Ungkapan perasaanku selama ini. Yaa, baru ku sadari ternyata selama ini aku menyukainya. Sifatnya yang humoris, baik hati dan pintar yang membuatku jatuh hati padanya.


****

”Rio.. makasi yaa buku catatannya..” ujarku saat paginya bertemu Rio seraya mengembalikan buku catatan yang aku pinjam kemarin lusa.

”Yaa sama-sama Dis” ujar Rio sambil tersenyum padaku.

Aaahh Rio... senyummu itu membuatku semakin menyukaimu.


Tapi ternyata itu terakhir kalinya aku bisa bercakap-cakap dengannya. Karena esoknya Rio seperti menghindar dariku. Setiap aku menghampirinya, dia malah pergi jauh dariku.. seakan-akan aku ini menderita penyakit menular yang berbahaya. Rio tak pernah lagi menyapaku, seperti kebiasaannya dulu. Kami tak pernah saling menyapa. Yaa,kami tak sedekat dulu lagi.

Pernah aku berusaha mendekati Rio untuk menanyakan alasan dia menjauhiku, tapi tak pernah berhasil. Selalu nihil. Sempat aku berfikir, apa karena surat yang aku tulis di buku catatan Bahasa Indonesianya waktu itu?? Apa dia tak suka padaku?? Tapi mengapa mesti menghindariku?? Terlalu banyak pertanyaan berkecamuk di benakku atas sikap Rio padaku itu. Dan aku tak pernah tahu jawabannya. Aku menyesali perbuatanku itu yang mengakibatkan aku harus kehilangan sahabat terbaikku.

Dan perasaan ini semakin menyiksaku dan terus menyiksaku. Satu tahun berlalu dan kami tidak sekelas lagi saat kelas dua. Sikapnya tidak berubah, masih menghindar dariku, hingga aku dengar ia sedang dekat dengan teman perempuan di kelasnya. Aku tahu berita ini dari Sita yang satu mobil jemputan denganku dan kelasnya bersebelahan dengan kelasnya Rio. Sebenarnya segala cara sudah aku lakukan untuk melupakan semua kejadian itu, mengenyahkan perasaan ku pada Rio dan mengobati rasa kecewaku karena sikap Rio itu. Lebih tepatnya untuk mengalihkan perhatianku akan rasa sakit itu. Tapi nihil.

Hingga suatu hari, Sita meminta bantuanku untuk mencari tahu nama siswa dari sekolah lain yang sering kami lihat di jalur perjalanan ke sekolah setiap pagi. Anak laki-laki itu selalu berdiri di tempat dan jam yang sama saat kami selalu melewati jalur itu. Wajahnya lumayan, anak-anak satu jemputan sih bilang kalau wajahnya mirip sama Chow Yun Fat, itu loh aktor mandarin. Dan kalau tidak salah disampingnya selalu ada Kak Rino yang mengenakan seragam SMA. Kak Rino memang alumni SMP ku yang juga pengajar di ekskul PASKIBRA di sekolahku.

”Ayolah Dis, lu kenal sama kak Rino kan??” tanya Sita setelah turun dari mobil jemputan.

”Yaa kenal lah. Secara Kak Rino kan ngelatih Paskibra. Trus gue mesti gimana dah??” jawab ku seraya bertanya pada Sita.

”Tolong tanyain Kak Rino ya Dis..” jawab Sita seraya memohon

”Tanyain tentang anak SMP itu?? Yang mirip Chow Yun Fat itu??” tebakku yang mulai mengerti arah pembicaraan Sita.

”Hehhe.. hiya Dis.. tolong yaa.. mau kan maukan??” ujar Sita sambil mengedip-ngedipkan matanya padaku.

”Iya iya entar gue tanyain kalo ketemu Kak Rino, Soalnya seinget gue hari ini nggak ada jadwal latihan Paskibra” ujarku sambil menaiki tangga menuju kelas.

”Ok ok.. gue tunggu kabar baik dari lo yaaa.. heheh daah Disty...” ujar Sita sambil melambaikan tangan. Kami berpisah menuju kelas masing-masing.


***


Esoknya...

”Kak,, ayo dong kasih tau namanya siapa??” tanyaku saat istirahat dari Latihan Paskibra.

”Yang mana Dis?? Di samping aku kan banyak anak SMPnya. Yang kamu maksud yang mana Dis??” tanya Kak Rino lagi.

”Hehehe.. iya yaa... Disty Lupa..” ujarku sambil garuk-garuk kepala yang sebenarnya tidak gatal itu.

”Yee dia malah ketawa... bukannya di jawab” Kak Rino meledekku

”Itu loh kak yang mukanya agak oriental, yang putih, trus rambutnya berdiri gitu” ujarku menyebutkan ciri-cirinya yang aku ingat sekilas. ”Kalo nggak salah tadi pagi berdirinya di sebelah kakak dee” lanjutku lagi.

”Oo.. kalo yang itu namanya Ferdy Dis.. rumahnya juga nggak jauh dari rumah kakak...” Jawab kak Rino sambil tersenyum..

”Hoo namanya Ferdy toh. Sekolahnya dimana ka?? Dah punya pacar belum??” Tanyaku lagi.

”Hayoo.. kamu suka yaa sama Ferdy?? Nanyanya ampe segitunya... Entar aku salamin deeh” lanjut kak Rino sambil meledekku..

”Haah.. kakak.. yang suka itu Sita bukan Disty. Lagian Disty kan cuma bantuin Sita nyari tahu tentang Ferdy.” jelasku lagi.

”Sita apa Sita niih??” ledek kak Rino lagi

”Yaudah kalo kakak nggak percaya... ” ujarku seraya berdiri meninggalkan kak Rino untuk melanjutkan latihan lagi.

”Yee gitu aja ngambek. Iya percaya, Sita yang suka. Bukan kamu. Hahhah” ujar ka Rino. ”Oiya dia seangkatan sama kamu kok, sekolahnya di SMP 2 dan dia belum punya pacar” lanjut kak Rino seraya berdiri dan memulai lagi latihan hari ini.


Dan itulah awal perkenalanku dengan Ferdy, kenapa aku?? Itu dikarenakan Sita tidak pernah berani untuk menghubungi Ferdy lebih dulu. Kak Rino memberiku nomor telepon Ferdy dan aku lah yang memulai perkenalan itu. Setiap mobil jemputanku melewati tempat itu, kami saling melambaikan tangan dan kami semakin akrab... Dan hal ini membuat aku sedikit melupakan sikap Rio yang acuh tak acuh terhadapku... Ferdy anak yang baik, selalu mau mengangkat teleponku hanya untuk mendengarkan curhatan aku ataupun bercandaanku yg kadang-kadang tak kenal waktu...


***

Dua tahun berlalu. Dan kami dipertemukan lagi di kelas tiga. Yaa aku sekelas lagi dengan Rio dan Suci –yang aku dengar pernah dekat dengan Rio saat kelas dua-. Dan Rio masih tak mau menyapaku juga setelah dua tahun.

Ohh GOD... segitu fatalnya kah kesalahan ku??? 

Apa rasanya coba dalam sekelas yang hanya berisi 40 orang yang setiap hari ketemu selama kurang lebih 6 jam tapi nggak tegur2an... bahkan seakan nggak kenal???

Sumpah ya tersiksa bangeeet tauu....

Sepertinya segala cara udah aku coba, tapi masih seperti dulu.. NIHIL... Akhirnya aku bener-bener pasrah... dan mulai bersikap ”I don’t care!!!”


Sikap cuek ku mungkin juga karena dipicu oleh rasa cemburu..

*whattt?? Cemburu??*

Yaa cemburu karena kedekatan Rio dan Suci. Cemburu karena aku nggak bisa sedekat Suci dengan Rio. Cemburu karena Rio seakan-akan menganggap aku nggak ada, padahal jelas-jelas aku ada di dekatnya.

Cemburu karena akhirnya aku menyadari bahwa aku masih sayang Rio. Aku masih belum bisa terima dan ikhlas karena sikap Rio dulu.

Ahhhh... MUNAFIK...

Aku mencoba untuk melupakan semua itu. Tapi, aaahh... Aku bingung.. Dan akhirnya aku memutuskan untuk membuang semua perasaanku itu. Anggap saja aku nggak pernah kenal Rio. Yaa, seperti dia yang nggak pernah anggap aku ada...

”Dis... ” sebuah suara hangat menyadarkan aku dari lamunan.

Ku tengok ke arah suara berasal, Ternyata Miko sudah ada di sampingku tanpa aku tahu kapan munculnya ini makhluk. Miko salah satu teman sekelasku juga, yang beberapa hari ini memang sedang dekat denganku..

”Ngapain lu bengong disini?? ” ujarnya lagi setelah melihat reaksiku yang datar

”Hmmm.. nggak papa kok.. Cuma lagi iseng aja” jawabku asal

”Waah ati-ati Dis.. Ayam tetangga gue mati loh karena bengong” ujarnya meledekku

”Waduuh parahh.. masa gue disamain sama ayam tetangga lu siih??” ujar ku rada ngambek

”Hihihi sorry deeh.. Abis lu pake acara bengong segala siih” ujarnya ”Lagi ada masalah yaa??” lanjutnya lagi

”Heheh.. nggak kok... nggak papa” jawabku sekenanya..

”Hiyaa.. hiyaa gue nggak maksa lu untuk cerita juga siih. Cuma jangan keseringan bengong yaa neng, entar cantiknya ilang loh...” ujarnya agak gombal yang membuat aku tersenyum dan bahkan agak tertawa melihat sikapnya itu... ”Nah gitu dong.. senyum.. kan manis tuh..” ujarnya lagi sambil senyum-senyum sendiri

”Hii... abis kesambet apa Ko??? Mendadak gombal gini lu?? Lu lagi sakit yaa??” tanyaku berentet sembari mencoba menyentuh keningnya hanya untuk memastikan suhu tubuhnya normal.. Miko mencoba mengelak. Tapi tanganku sudah menyentuhnya... ”Anget siih Ko... belom minum obat lu yaaa??” candaku lagi..

”Aaahh lu maah.. ” gantian dia yang ngambek..

”Heheheh becanda Ko... gitu aja ngambek siiih” ujarku seraya meminta maaf...

”Hiyaa tauu” jawabnya dengan mulut yang di manyunin, kemudian tersenyum karena melihatku yang memasang wajah menyesal. Lalu berdiri dan mengacak-acak rambutku kemudian beranjak pergi...

”Arghhh Mikooo...” geram ku sambil merapihkan rambutku..

****

”Dis, nanti pulang sekolah kemana?” tanya Miko saat jam istirahat

”Hmm.. paling bimbel aja.. kenapa Ko??” jawab ku sambil bertanya balik

”Hoo, bimbelnya sampe jam berapa??” tanya Miko lagi

”Ampe jam limaan sii.. kenapa emangnya??” jawabku lagi

”Hee.. nggak... kalo besok bimbel juga nggak Dis??” tanya Miko sambil senyam-senyum sendirian

”Eh eh, ini ada apa yah???” aku balik bertanya

”Hmm.. kalo besok lu nggak ada acara, gue mau ngajak lu nonton bioskop..” ujarnya tertahan ”katanya lagi ada film yang bagus” lanjutnya lagi...

”Hoo gitu yaa.. besok sih nggak ada bimbel.. kosong.. tapi...” jawabku agak gantung

”Tapi kenapa Dis??” tanya Miko

”Tapi, gue nggak tau yaa di ijinin apa nggak sama Bunda.. heheh” jawab ku asal

”Yaa, apa perlu gue yg ijinin ke Bunda lu ??” Miko memberanikan diri

”Hehehe.. Nggak usah Ko.. nanti gue aja yg ijin ke Bunda.. ” jawabku..



Sesampainya di rumah..

”Bunda, besok Disty pulang agak telat boleh??” tanyaku pada Bunda saat makan malam

”Loh.. ada apa memangnya Dis??” tanya Bunda

”Hmm...” diamku ”temen-temen Disty ngajakin nonton di bioskop Bun.. boleh nggak??” ujar ku agak memohon

”Memangnya kamu nggak ada bimbel besok??” tanya Bunda lagi

”Kan bimbelnya cuma hari rabu dan sabtu doang Bunda...” jawabku lagi

”Kamu mau nonton dimana?? Sama siapa aja??” kali ini pertanyaan Bunda lebih mendetail

”Sama beberapa temen kelas Bun” jawabku sekenanya..

”Bunda sih nggak mau ngelarang kamu,, tapi bisa nggak sebelum jam 6 sudah sampe di rumah??” ujar Bunda

”Jam 6 Bun??” tanya ku memastikan

”Iya.. sebelum jam 6.. bisa?” tanya Bunda lagi

”Hmm.. Disty usahain Bun..” jawabku meyakinkan Bunda..

”Baiklah, Bunda ijinin.. Asal Sebelum jam 6 sudah sampe rumah yaa” ujar Bunda

”Iya Bunda.. terimakasih yaaa” ujar ku sambil memeluk Bunda...


Malam itu aku senyum-senyum sendiri di kamar sambil membayangkan pergi nonton bareng Miko... Seseorang yang belakangan ini mampu mengalihkan perhatianku dari Rio...

***

Hari berlalu... dan aku memang semakin dekat dengan Miko... Sangking dekatnya banyak yang bilang kalau kami pacaran. Padahal kami hanya teman –mungkin berharap seperti itu- hingga suatu hari...

”Assalamualaikum” jawab suara wanita di seberang yang aku yakin itu suara Ibunya Miko.. Karena yang aku tahu, Miko hanya memiliki adik perempuan satu-satunya yang sangat dia sayang dan itu pun masih kecil.

”Wa’alaikum salam... Mikonya ada Tante??” jawabku dan langsung mencari Miko

”Ini dari siapa ya??” tanya ibunya Miko

”Saya Tami, teman sekelasnya Miko Tante” jawabku sopan

”Oh.. Mikonya belum pulang tuh Tam.. ada pesan??” tanya ibunya Miko lagi

”Hmm.. Nggak usah deh Tante” ujar ku lagi

”Tante boleh tanya sama Tami??” tanya Ibunya Miko tiba-tiba, yang membuatku agak kikuk

”Maaf Tante, Kalu boleh tahu, Tante mau tanya apa?” jawabku mencoba untuk tidak kikuk

”Tante hanya ingin tahu, Miko kalau di sekolah bandel nggak sih?” Tanya Ibunya Miko, yang membuat aku semakin kikuk

”Hmm... setahu Tami sih Miko sama seperti anak laki-laki yang lainnya... Nggak ada yang aneh-aneh kok Tan..” jawabku se-netral mungkin

”Kamu yakin Tam?” tanya Ibunya Miko lagi

”Sepengetahuan Tami seperti itu Tan, seandainya bandel pun masih wajar-wajar aja kok Tan” jawabku

”Iya ya.. Terimakasih ya Tam sudah mau jawab pertanyaan Tante” ujar Ibunya Miko

”Ohh iya sama-sama Tante... Assalamualaikum” ujarku menyudahi percakapan kami dan kemudian menutup telepon tersebut.

***
Beberapa hari setelahnya di kelas..

Semua mata memandang tak suka padaku ketika aku memasuki ruang kelas. Entah kenapa aku merasakan semua orang di kelasku seperti membenciku. Dan hingga jam pelajaran di mulai pun tak ada yang membalas sapaan atau senyum terhadapku, termasuk teman sebangku ku, Lena. Mereka semua seperti sedang mengucilkan aku, beberapa ada yang berbisik-bisik sambil sesekali melihat ke arahku. Sangat tidak nyaman ada di posisi terkucilkan seperti ini tanpa tahu apa penyebabnya.

Dalam hati aku bertanya-tanya ”Apa aku punya salah sama mereka semua, hingga mereka bersikap seperti ini padaku??”

Dengan memberanikan diri, aku bertanya pada Lena yang sebenarnya sejak awal pun juga ’DIAM’ terhadapku...

”Len, ada apa sih?? Kok kayanya anak-anak sikapnya aneh ke gue?? Lu juga diemin gue gini siih.. Gue punya salah sama lu??” tanya ku berentet..

Yang ditanya hanya senyum datar dan berucap ”eh, nggak papa kok. Perasaan lu aja kali”

Dan aku pun terdiam lagi... bingung harus bersikap apa...


Ketika jam pelajaran berikutnya kosong, karena gurunya sedang berhalangan hadir dan anak-anak mulai berisik seperti biasanya... Tiba-tiba..

”Dis, ke tempatnya Riska yuu di belakang” ajak Lena tiba-tiba

”Ada apa Len??” tanya ku nggak ngerti dengan ajakan Lena yang tiba-tiba itu

”Ada yang mau kita tanyain sama lu... Yuk” ujar lena yang kemudian bangkit dan menarik tanganku menuju tempatnya Riska yang letaknya beberapa meja di belakang mejaku

”Hmm.. ada apa siih??” tanyaku agak bingung karena di situ ada Miko juga

”Ada yang mau kita tanyain Dis sama lu” Riska yang menjawab

”Tentang apa ya??” tanyaku masih bingung

”Sebelumnya kita mau minta maaf Dis kalo lu ngerasa nggak nyaman” ujar Riska lagi

”Ehh.. Nggak ngerti gue” ujarku lagi

”Kita cuma mau lu jujur, Dis” kali ini Lena yang bicara

”Jujur tentang apa ya??” tanyaku semakin nggak ngerti dengan arah pembicaraan mereka

”Kalo nggak salah, lu pernah cerita ke gue kalo lu pernah telepon ke rumahnya Miko tapi yang angkat nyokapnya Miko kan Dis??” tanya Riska

”Iya, gue emang pernah cerita sama lu, kenapa emangnya Ka?” tanya ku masih belum mengerti hubungannya apa dengan telepon waktu itu

”Yang lu ceritain ke gue waktu itu bener Dis??” tanya Riska lagi

”Udah deeh.. To the point aja... Gue nggak ngerti maksud lu nanya gini apa ya Ka??”

”Oke.. Jadi gini, belum lama ini Miko diomelin sama Nyokapnya.. Katanya siih ada cewek yang telepon ke rumah Miko dan bilang ke Nyokapnya Miko, kalo Miko tuh bandel di sekolah... Ya pokoknya jelek-jelekin Miko lah...” ujar Riska panjang ”.. dan itu cewek pake nama lu.. Disty” ujar Riska lagi..

Dan aku hanya bisa terdiam sambil memandangi Riska, Lena dan Miko satu persatu dengan air mata mengembang yang kemudian turun perlahan ke pipiku. Jangan tanyakan apa yang aku rasa saat itu. Sedih. Hancur. Kecewa. Marah. Kesal. Semuanya bercampur jadi satu... aaahhh... kok ada siih yang tega gitu sama gue....

”Dis... ” Riska mengguncang bahuku

”Heeh..” ujarku mencoba menenangkan diri

”Kita mau minta maaf Dis sama lu..” masih Riska yang berbicara

”Ka, kan gue udah cerita sama lu tentang pembicaraan gue dan Nyokapnya Miko di telepon waktu itu. Kok lu masih nggak percaya siih sama gue?” tanya ku ke Riska

”Dan lagi.. gue nggak pernah pake nama Disty kalo telepon ke rumah lu kan Ko..” kali ini aku memandang Miko yang sejak tadi diam ”Gue tuh selalu pake nama Tami... Lu tahu itu kan Ko??” tanya ku lagi dan masih memandang Miko untuk mendapat jawaban darinya

”Iya, Dis.. gue tahu. Makanya gue mau minta maaf sama lu..” ujar Miko

”Hehh... ” aku hanya bisa menghela nafas... ”Siapa siih yang tega ngelakuin ini sama gue??? Salah gue apa coba sama itu orang??” ujarku agak emosi

”Kita udah tahu orangnya kok Dis...” ujar Riska sambil memberi kode padaku untuk melihat ke arah belakang, tempat duduknya Seti

”Maksud lu???” ujarku tak percaya, masih memandang teman sekelas ku yang jaraknya dua bangku di belakang Riska yang sedang asik mengerjakan tugas dari guru piket

”Iya Dis, Seti yang ngelakuin ini semua...” ujar Riska ”Dia yang telepon pake nama lu” lanjut Riska lagi

”Kok bisa??” tanya ku heran ”Maksud gue,, salah gue apa gitu sama dia??” lanjutku

”Seti suka sama Miko, Dis...” kali ini Lena yang bicara ”Riska juga pernah di giniin sama Seti” lanjut Lena

”Heeh.. bukannya lu masih sepupunya ya, Ka??” tanya ku ke Riska

”Yaa gitu dee,, masih sepupu jauh kok” jawab Riska

”Dia nggak suka ada cewe yang deket sama Miko,, jadi ya gini deeh..” ujar Lena

”Ampe segitunya?? Kenapa nggak bilang aja sii sama gue? Kenapa musti fitnah gue kayak gini??” tanyaku lagi, karena masih shock mendengar ini semua..

”Ya, gue juga nggak tau Dis” Riska yang berbicara...

”Maafin kita ya Dis..” ujar Lena

”Terus, itu anak-anak yang laen kenapa juga diemin gue?” tanyaku

”Ya.. semuanya udah tahu tentang telepon itu Dis..” Lena yang bicara ”Tapi, sebenernya mereka juga nggak percaya Dis” lanjutnya

”Dan sekarang mereka udah tahu yang sebenarnya kok Dis” Riska melanjutkan

Aku melihat sekeliling kearah teman-teman yang lainnya.. Beberapa ada yang menghampiriku untuk minta maaf dan beberapa hanya tersenyum padaku dari jauh...



Setelah kejadian itu hubunganku dengan Miko semakin jauh. Yaa, seperti Rio yang selalu menjauhiku, Miko pun bersikap sama. Namun, terkadang Miko masih mau bertegursapa denganku. Hal ini terus berlanjut hingga kelulusan SMP.

Miko memilih SMA yang berbeda denganku, jadi aku tak harus mengalami hal serupa di SMA nanti. Namun, aku terpaksa memilih SMA yang sama dengan Rio. Hal ini disebabkan nilai akhirku (NEM) sama dengan Rio, hanya beda dua angka dibelakang koma. Memang sudah menjadi kebiasaan di SMPku yang hampir setengah dari jumlah muridnya pasti masuk di SMA Favorit di Jakarta Selatan ini, seakan hanya pindah gedung sekolah saja.

Selama SMA, hanya satu tahun aku sekelas lagi dengan Rio. Yaaa, aku sekelas lagi dengan Rio di kelas 2. Dan sikapnya Rio masih sama seperti dulu, masih menghindariku, masih dingin. Aku tak tahu lagi harus bersikap bagaimana terhadap Rio, hingga akhirnya aku pasrah dan aku memutuskan untuk pindah sekolah. Aku ingin melupakan Rio.

Jujur, aku semakin tersiksa setiap kali aku melihat Rio dengan santainya mengobrol dengan murid-murid lain di kelasku, namun canggung dan seakan menghindar terhadapku. Yaa, aku masih sayang Rio. Walaupun sikap Rio masih tetap ’Dingin’ terhadapku. Dan aku berharap, dengan pindah sekolah ini aku bisa keluar dari bayang-bayang Rio dan semua kenanganku tentang Rio.

Setahun berlalu sejak kepindahanku dari SMA itu, kini aku sudah menginjak masa-masa kuliah, menjadi mahasiswa. Dan aku juga sudah memiliki seseorang yang sejauh ini mampu mengalihkanku akan sosok Rio. Hingga suatu hari, seorang teman membawakan sebuah majalah remaja yang di dalamnya terdapat artikel tentang cinta dan kasih sayang, satu tulisan yang mampu membuatku teringat lagi tentang Rio.

KENAPA??
Kenapa kita harus menutup mata ketika kita tidur…??? Ketika kita menangis…??? Ketika kita membayangkan..??
Ini karena hal yang indah di Dunia yang tak terlihat Yaitu… CINTA
Ketika kita menemukan seseorang yang keunikannya sejalan dengan kita,, yang membuat kita bergabung dengannya dan jatuh kedalam suatu keanehan serupa yang dinamakan CINTA
Ada hal yang tidak ingin kita lepaskan,, Seseorang yang tidak ingin kita lepaskan,, Seseorang yang tidak ingin kita tinggalkan… Tapi… Melepaskan bukan akhir dari dunia.. Melainkan awal dari kehidupan baru..

KEBAHAGIAAN…
Ada untuk mereka yang menangis…
Mereka yang tersakiti…
Mereka yang telah dan tengah mencari…
Serta mereka yang telah mencoba…
Hanya orang-orang seperti mereka yang menghargai betapa pentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan mereka..

CINTA YANG SEBENARNYA….
Adalah… Ketika kamu menitikkan air mata dan masih peduli terhadapnya…
Adalah… Ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu masih setia menunggu…
Adalah… Ketika dia mulai mencintai orang lain dan kamu masih bisa tersenyum seraya berkata “Aku turut berbahagia”

Cinta sejati akan mengerti ketika kau berkata… “Aku lupa”
Menunggu selamanya ketika kau berkata… “Tinggalkan aku sendiri”
Membuka pintu, meski dia belum mengetuk dan berkata.. “Bolehkah saya masuk”
Dan… Mencintai juga bukanlah untuk bagaimana kamu melupakan dia, bila ia berbuat salah
Tetapi bagaimana kamu memaafkannya…

Dalam cinta kita sangat jarang peduli.. Tetapi ketika cinta itu tulus, meski kau acuhkan.. Cinta tetap Mulia dan harusnya bahagia.. Karena kamu/hatimu dapat mencintai orang yang dicinta.

Mungkin akan tiba saatnya dimana kamu akan berhenti mencintai seseorang, bukan karena orang itu berhenti untuk mencintai kamu.. Melainkan karena kamu menyadari bahwa orang itu akan lebih bahagia apabila kita melepasnya..

Namun bila kau benar-benar mencintai seseorang, jangan melepaskannya bila dia tidak membalasmu. Barangkali dia tengah ragu dan mencari…

Kadang kala.. orang yang paling mencintaimu adalah orang yang tidak pernah menyatakan cintanya padamu. Karena dia takut kau berpaling darinya dan member jarak.. Bila suatu saat dia pergi, kau akan menyadari dia adalah cinta yang tak kau sadari…

MAKA…
Mengapa tidak kau ungkapkan cintamu bila kau memang mencintainya???
Meskipun kau tidak tahu apakah cinta itu ada juga padanya…

Air mataku meleleh saat membaca tulisan tersebut. Dan entah kenapa dengan spontan kusalin tulisan itu dan mengirimkannya melalui pesan di salah satu akun media sosial milik Rio. Tanpa berharap ada balasan dari Rio.

Seminggu kemudian, ternyata Rio membalas pesanku dengan sebuah puisi,

CINTA??
terkadang kita senang dibuatnya.. terkadang kita sedih dibuatnya..
terkadang kita bingung dibuatnya.. bahkan terkadang kita pun takut dibuatnya..
ya.. itulah CINTA..

tapi apa ketika orang yang kita cinta ternyata tak punya perasaan yang sama untuk kita, apa kita bisa memaksanya?..
tentu semua orang akan menjawab hal yg sama.. TIDAK..

ya itulah yang akan selalu terdengar jika kita menanyakan pertanyaan tersebut..
akupun akan menjawab demikian..

meskipun terkadang akupun ingin sekali mengharap.. meminta.. bahkan memaksa orang yang sangat kucintai untuk membalas cintaku..

dan walaupun aku tau itu salah… aku tetap melakukannya..
mungkin orang lainpun demikian..

KENAPA?
pertanyaan itu seakan gak pernah terjawab..
tapi ada seseorang yang menyadarkanku..
bagaimana jika aku ada di posisi orang itu?
orang yang diminta, diharap untuk mencintai seseorang
seseorang yang tidak dicintainya?
apa yang aku rasakan?

TEMAN?
apa buruknya menjadi seorang teman?
bahkan teman terkadang lebih baik..
kita tidak perlu merasakan yang namanya putus, sakit hati..
kita pun tidak perlu takut dia tidak membalas cinta kita..
karena cinta seorang teman tidak perlu dipaksa.. cinta itu akan selalu ada..
bahkan kalau aku disuruh memilih sahabat atau pacar?
tanpa ragu aku akan menjawab sahabat..

kenapa?
karena sahabat adalah orang yang paling mengerti kita..
dan akan selalu mengerti qta..

dan itulah yang gw rasakan.. gw harap lo ngerti..


Dan aku hanya bisa tertawa sampai menangis setelah membaca balasan dari Rio ini. Teringat kembali kenangan masa lalu itu, merasakan betapa bodohnya sikap ku dulu. Kemudian akupun membalasnya,

“ampuuun deeh Rio.. kenapa ga dari dulu aja siih lu bilang gtu?? Kan gw ga harus penasaran mampus gini… hahahaha…”

Setelah semua pernyataan tersebut, hubunganku dengan Rio memang membaik. Kami bertukar nomer handphone, saling ber-sms-an nostalgia.

Suatu hari aku bertanya pada Rio melalui sms

Me: eh Yo, sebenernya gue masih penasaran deeh kenapa dulu lu itu langsung menghindar dari gw?

Rio: haha, masih aja lu.. yaa namanya jg anak kecil Dis, kaget lah gue pas baca surat lu itu. Bingung mesti gmn gue. Yaa gtu deh jdnya. Maaf yaa

Me: ooh, ok ok .. dah lewat lama juga siih..hehe

Rio: btw, pacar lu sekarang siapa?

Me: hmm.. blom ada niih, cariin donk.. hihi.. lu mah enak udah ada pasangannya ..

Rio: haha… kyanya cowok di Jakarta msh byk deh Dis.. gue doain cepet dapet dehh. Nanti klo nikah jgn lupa undang2 gue yaa

Me: ok ok.. aminn.. aminn.. tengkyu yaa.. oiya, take care ya yoo di sana.. hihi byee..

Yaa, Rio saat ini sudah bahagia bersama keluarga barunya dan menetap di luar pulau Jawa. Sekarang giliran aku yang harus mencari kebahagiaanku sendiri.


Kamu hanya masa lalu ku Yo..

********************************************************************************
(edit : 11 Januari 2013)
tulisan ini terpilih dalam projectnya NBC Bekasi Lots Of Love! (#LOL !) yang terbit di nulisbuku.com
tulisan kedua gw yang terbit setelah #DearMama...  yeaay..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar