Setelah sebelumnya kita bahas tentang Model Bisnis Kanvas,
gimana kalo sekarang kita bahas tentang jenis bisnisnya? Tapi gak semua jenis bisnis yang akan gue bahas. Dan lagi-lagi ini sumbernya dari obrolan gue dan teman-teman di grup Whatsapp.
Kita ambil contoh Bisnis Kuliner.
Hingga saat ini, bisnis
kuliner memang masih termasuk bisnis yang paling mudah dan menguntungkan. Bisnis
kuliner juga sangat bergantung dengan lokasi dan keadaan sekitar. Misalnya, warung roti bakar kaki lima, meskipun hanya menjual
roti bakar dan mie instan (goreng atau rebus) bisa beromset puluhan juta
sebulan. Padahal, yang dijual tersebut bisa kita buat sendiri di rumah.
|
Contoh warung roti bakar (pic from here) |
Faktor apa yang bisa membuat warung roti bakar kaki lima
beromset puluhan juta?
Lokasi dan sasarannya pekerja kantor sekitar.
Lokasi dan
pesaing sekitarnya. Apalagi kalau tidak ada warung lain yang berjualan roti
bakar.
Jadi, kalau ada yang mau bisnis makanan / kuliner bisa
dilihat lagi ke diri sendiri dahulu. Apa yang sudah kita punya? Misalnya, kita sudah punya
lokasi yang bagus, strategis. Setelah itu baru kita cari jenis makanannya apa?
harganya berapa?
Atau, kalau misalnya punya resep makanan enak, atau punya
kenalan yang jago masak makanan tertentu, baru deh, kita cari lokasi yang pas di
mana untuk buka usahanya biar laku.
Makanan enak, dibungkus dengan brand yang mudah diingat.
Yang harus kita ingat lagi, brand itu penting!
Kalau mau buka usaha rumahan gimana?
Kalau mau buka usaha rumahan, disarankan menjualnya dengan
cara online. Lalu kita lihat lagi hobi kita apa, atau biasanya paling susah
atau repot kalau lagi butuh apa. Kalau bisa jangan menjual barang yang sudah
banyak dijual. Lebih bagus lagi kalau kita menjual dengan jenis barang yang
spesifik dan masih jarang yang jual.
Apalagi untuk bisnis rumahan, kompetitornya
banyak dan berat. Karena rata-rata modal terbatas, jadi bisnisnya cenderung
sama dengan harga yang gak jauh beda. Nah, karena itu, coba deh, kita cari perbedaan (differentiation). Terus tentuin segmen pelanggan.
Itu penting!
Misalnya kita mau jual baju untuk ibu menyusui dengan target
pembelinya ibu-ibu menengah ke atas. Fokus saja di situ. Jangan sekali-kali
jual daster murahan. Karena hal itu akan merusak brand image yang sudah kita
bangun di awal.
Baju, meski tampilannya sama, tapi orang pasti senang
memilih, terutama harga. Kalau memang konsep di awal segmen menengah ke atas,
jual lah baju yang harganya 100rb ke atas. Kita kasih brand yang bagus,
kemudian jual ke pekerja kantoran. One day, meski kita beli dari tanah abang
sekalipun, gak akan ada yang “ngeh” dan akan tetap beli mahal. Karena, bagi sebagian besar orang, beli brand jauh lebih
powerful dibanding beli model atau kualitas. Terutama dalam hal membeli
pakaian. :)
Nah, biar konsumen tetap loyal ke kita
bagaimana?
Kalau kita mau naikin harga, kita juga harus naikin value. Kalau
semuanya sama tapi mahal, ya impossible. Mungkin sementara bisa kita tahan
dengan entertain. Misal, tiap lebaran kita kasih hadiah / bonus ke pembeli yang
rutin belanja ke tempat kita. Hal itu bisa menahan pembeli biar gak kabur. Tapi itu
hanya bersifat sementara. Dan hanya berlaku kalau beda harganya tipis. Karena, orang
belanja dengan ikatan batin dan ikatan harga itu penting.
By the way, pedagang dengan pebisnis itu beda, ya. Pedagang itu
biasanya beli grosiran, kemudian dijual lagi. Kalau pebisnis mulai dari titik
nol.
Nah, untuk naik level ke pebisnis paling gampang dengan metode
ATM (Amati, Tiru, Modifikasi).
Jadi, kalau kalian masih bingung cari ide untuk bisnis baru, cukup
lihat sekitar kalian, kira-kira apa yang bisa dijadikan usaha. Kemudian ATM,
deh.
Setelah bahas jenis beberapa jenis bisnisnya, sekarang kita bahas komponen harga.
Dalam menentukan harga jual, kita harus memasukkan semua
biaya, termasuk biaya pengembalian modal.
Jadi, harga jual = harga beli + biaya produksi + biaya modal +
margin. Jadi, margin yang kita dapat benar-benar bersih. Dan dalam margin gak boleh
ada komponen lain.
Dalam Islam sendiri, margin tidak dibatasi. Asal sama-sama
setuju harganya antara penjual dan pembeli. Kalau mau lebih mudah, margin itu
harus lebih besar dari tingkat inflasi dan suku bunga deposito. Contoh kasarnya,
kita punya uang 100jt. Ketika kita buat bisnis, berarti marginnya harus di atas
deposito. Kalau masih sama atau lebih kecil, mendingan kita deposito-in aja
uangnya, kan, daripada untuk bisnis?
Deposito saat ini masih sekitar 6-7,5% per tahun. Bisnis harusnya
bisa lebih besar, ya.
Bisa juga dengan perhitungan Harga jual = modal + biaya
tambahan + untung yang diinginkan. Lalu bikin target minimal BEP (Break Even
Point), akan tercapai di bulan ke berapa. BEP atau Break Even Point ini adalah titik impas / titik balik modal. Di mana kita gak rugi, tapi juga belum untung.
Tahu untung atau ruginya? Ya, lihat lagi saat balik modal.
Tapi, sebaiknya pemilik bisnis jangan sibuk berhitung, dll. Pemilik bisnis cukup fokus dengan bisnis ke depannya. Jangan terjebak dengan operasional. Untuk urusan hitung-menghitung bisa kita serahkan kepada tenaga ahlinya. Atau cari partner. Karena memang gak ada bisnis yang berhasil sendirian, pasti ada co-founder. Tapi harus tetap hati-hati dalam memilih partner bisnis. Karena semakin banyak kepala, makin banyak kepentingan juga, semuanya harus jelas di awal. sehingga ke depannya bisa lancar tanpa kendala.
Oke, sekian dulu ya bahas tentang bisnisnya. Sekali lagi ini hanya sekedar sharing pembahasan yang ada di grup Whatsapp (dengan seizin anggota grup Whatsappnya juga tentu).
Sebagai penutup bahasan bisnis ini, ada satu quote yang gue suka dari salah satu anggota grup Whatsapp. He said,
"Kalau mau naik BMW atau Mercy di usia muda dan kebetulan lo juga bukan anak orang kaya, segeralah berbisnis."
Lihat juga postingan sebelumnya :
Berbisnis dengan Model Bisnis Kanvas